TANGERANG, Koransatu.id Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) sistem zonas di seluruh SD, SMP, SMA dan SMK negeri tahun.2019 di seluruh wilayah Indonesia banyak menuai beberapa masalah.
Masalah utama dalam penerapan PPDB sistem zonasi yakni, ketidakseimbangan daya tampung sekolah yang terbatas dan jumlah pendaftar yang terlampau tinggi.
Salah satu contoh, Hal tersebut terjadi di wilayah Pasar Kemis, Kabupaten Tangerang, Prop. Banten.
Menurut Saiful salah seorang panitia PPDB di SMAN 24 Kab. Tangerang di Jl. Arwana Raya Pondok Permai, kel. Kuta Baru, Pasar Kemis, wilayah Pasar Kemis merupakan daerah padat penduduk, sehingga calon siswa pendaftar baik tingkat SD, SLTP, maupun SLTA cukup banyak. Namun, tidak sebanding dengan jumlah sekolah Negeri.
“Jumlah pendaftar (calon siswa) tak sebanding dengan jumlah sekolah yang ada. Sehingga banyak siswa yang dekat sekolah tidak dapat di terima di SMAN 24,” ujarnya, Senin (15/7/2019) lalu di serambi sekolah.
Dia menjelaskan, siswa yang mendaftar ke SMAN 24 Kab. Tangerang berasal dari beberapa kelurahan terdekat, antara lain Kelurahan Gelam Jaya, Kuta Bumi, Kuta Baru, Kuta Jaya, Karet dan Kelurahan Sukamantri.
Menurut dia, wilayah tersebut merupakan wilayah padat penduduk, sementara di wilayah tersebut SMAN yang terdekat, hanya SMAN 24 Kab. Tangerang.
Dengan peraturan PPDB 2019 yang menggunakan sistem zonasi memaksa masyarakat berbondong – bondong mendaftarkan anaknya yang baru lulus SLTP ke SMAN 24 Kab. Tangerang. Sehingga pendaftar mencapai 1000 orang lebih.
“Sementara daya tampung yang tersedia hanya 11 ruang atau 396 siswa,” terangnya.
Penerapan sistem zonasi di SMAN 24 Kab. Tangerang menggunakan 3 jalur pendaftaran, yaitu Jalur Zonasi, Jalur Prestasi dan Jalur Perpindahan.
Dikatakan Saiful, jalur Zonasi 80% dari daya tampung. Dengan cara mengukur jarak tempat tinggal pendaftar ke sekolah menggunakan Google map. Seleksi penerimaan diambil dari jarak terdekat hingga memenuhi kuota 80% dari daya tampung.
“Jarak terjauh dari sekolah yang diterima adalah 1.095 meter. Lebih dari jarak 1.095 meter dipastikan tidak diterima di SMAN 24 kab. Tangerang,” ujarnya.
Diakui panitia PPDB, masih banyak kesalahan dalam pengukuran jarak zonasi, baik itu pengukuran yang dilakukan oleh pendaftar sendiri maupun oleh petugas verifikasi.
“Untuk mengukur jarak, panitia PPDB yang hanya menggunakan Handphone, sehingga kurang akurat. Hal tersebut sangat di sayangkan, karena jauh atau dekatnya jaraklah yang menentukan siswa tersebut diterima atau tidak,” jelasnya lebih jauh.
Hal tersebut, yang memicu masyarakat protes, karena merasa dirugikan dengan kesalahan dalam pengukuran jarak. Protes itu dilakukan beberapa orang tua murid, yang mendaftarkan anaknya mengaku jarak tempat tinggalnya ke sekolah kurang dari 1000 meter tidak diterima. “Rumah saya hanya berjarak 1000 meter dari sekolah tapi anak saya tidak di terima karena alasab jarak,” kata Markus kesal karena anak tidak diterima saat pengumuman hasil seleksi penerimaan siswa, Minggu(30/6/2019) lalu.
Hal senada juga dikatakan Roy orang tua murid yang mendaftar di SMAN 24. “Rumah saya ada di Kota Bumi, jarak kurang dari 1000 meter, tidak diterima. Tetapi ada pendaftar yang dari daerah Sukamantri yang letaknya lebih jauh jaraknya tertulis 465 meter dan diterima. Kok bisa Sukamantri jaraknya hanya 465 meter,” katanya dengan nada tinggi.
Namun, pada saat berita ini ditulis mereka memberitahukan, bawa anak+anak mereka sudah masuk dalam daftar penerimaan setelah melakukan protes terus menerus ke panitia PPDB.
Gelombang protes dari masyarakat ini memaksa panitia PPDB harus mengoreksi ulang data pengumuman hasil seleksi penerimaan siswa di SMAN 24 Kab. Tangerang yang sudah terlanjur di umumkan pada hari Minggu tanggal 30 Juni 2019.
Namun perubahan pengumuman hasil seleksi penerimaan siswa ini membuat sebagian masyarakat tidak tahu. bahwa anaknya yang semula tidak diterima, akhirnya diterima di pengumuman terakhir.
Seperti HS salah satu siswi pendaftar yang di beritahu bahwa dia diterima.
“Saya tidak tahu kalau diterima, kan waktu pengumuman nama saya tidak ada. Kok sekarang ada, padahal saya sudah terlanjur mendaftar di sekolah swasta meskipun lebih jauh jaraknya dari rumah dan sudah membayar uang pendaftaran 2,5 juta” ungkap HS kepada kami.
Namun, calon siswi ini memutuskan tetap mendaftar ulang ke SMAN 24 kab. Tangerang yang lebih dekat dan harus merelakan uang pendaftaran di sekolah swasta sebesar 2,5 juta tidak kembali alias hilang.
Banyak orang tua murid yang mendaftar tidak ada perubahan pengumuman hasil seleksi penerimaan. Mereka merasa tidak diterima di pengumuman pertama, biasanya sudah tidak lagi mengikuti pengumuman perubahan dan langsung mendaftar ke sekolah swasta.
Lalu bagaimana juga pendaftar yang tidak tahu bahwa pengukuran jarak yang tercantum untuknya itu salah.
Untuk itu, kami konfirmasi masalah tersebut kepada Ketua PPDB Jajang Suhayat, S.Pd dan Ceppa Sinarna, S.Pd, Eakil Kepala Sekolah SMAN 24 Kab. Tangerang.
Namun, hingga sampai berita ini di tulis, belum ada tanggapan dari mereka.
Kamii juga sudah meminta kepada Bapak Saiful untuk bisa bertemu dengan Bpk. Ade Wardjo, S.Pd Kepala Sekolah SMAN 24 Kab. Tangerang.
“Beliau belum.bersedia bertemu, karena pusing memikirkan masalah PPDB dan sedang dalam kondisi yang kurang sehat,” jelas Saiful.
Dari pantauan di lapangan, sangat di sayangkan protes dari masyarakat ini tidak tersalurkan dengan baik. Karena masyarakat yang datang, melihat kondisi sekolah dalam keadaan kosong tidak ada satu pun guru atau pegawai yang hadir.
Sehingga masyarakat yang ingin konfirmasi ke sekolah harus menunggu sampai siswa masuk sekolah pada hari Senin tanggal 15 Juli 2019.
Sementara jalur Prestasi yang semula 5 % berubah menjadi 15 % dan Jalur Perpindahan 5 %. Namun demikian kuota untuk jalur prestasi dan jalur perpindahan ini sangat sedikit pendaftar.
Menurut Suhatmono salah satu orang tua siswa, tidak tersedia ruang pendaftaran yang melalui jalur prestasi dan jalur perpindahan, yang ada hanya jalur zonasi pada saat mendaftarkan anaknya.
“Kemungkinan karena kurangnya sosialisi kepada masyarakat pendaftar mengenai jalur prestasi dan jalur perpindahan tersebut yang membuat masyarakat hanya tertuju ke jalur zonasi. Sementara mereka merasa anaknya berprestasi tidak tahu harus mendaftar di ruang yang mana. (AW)