PASURUAN, Koransatu.id – Taman Nasional Bromo Tengger Semeru (TNBTS) menutup Kawasan Wisata Gunung Bromo terutama di Kaldera Tengger mulai 24 Januari 2020 hingga 24 Februari 2020 mendapat Kecaman Keras dari Tokoh Adat tengger.
Bagaimana tidak, keputusan yang dianggap sepihak itu tidak melalui musyawarah mufakat serta dinilai sangat merugikan banyak kalangan, utamanya warga Tengger.
Uripani salah satu Tokoh Adat Tengger Keduwung Kabupaten Pasuruan mengatakan, sejak jaman Majapahit hingga sekarang tidak pernah ada peraturan penutupan kawasan wisata Gunung Bromo sekalipun itu wulan kapitu.
Wulan Kepitu adalah bulan ketujuh dalam kalender masyarakat Tengger dan merupakan bulan yang oleh sesepuh/tokoh masyarakat Tengger dianggap sebagai bulan yang disucikan (megengan wulan kepitu) dan wajib diikuti oleh seluruh anggota dukun Pandita. Selain itu, ritual tersebut dilakukan di rumah masing-masing.
“Jadi tidak ada hubungannya dengan menghargai budaya tengger dan wulan kepitu sebagai alasan menutup Bromo, keputusan TNBTS ini malah menyengsarakan masyarakat Tengger,” kata kesal, Senin (3/2/20)
Ia menambahkan, masyarakat Tengger, setiap jumat legi ada kegiatan ke Widodaren. Dengan dilarangnya masuk ke Bromo, masyarakat Tengger tidak bisa lagi ritual ke Widodaren, Selain itu,. keputusan sepihak TNBTS ini sangat merugikan pelaku wisata Bromo dari tukang ojek, pedagang kaki lima, pengemudi Hartop dan yang lainya.
“Saya mewakili Tokoh adat Tengger di wilayah Pasuruan mengecam keras keputusan sepihak TNBTS yang serta merta menutup Kawasan Bromo tanpa melalui musyawarah mufat. Dan saya sangat tidak setuju, apabila penutupan Bromo mengatasnamakan menghormati Tokoh adat Tengger di wulan Kapitu.(wir)