JAKARTA, KORANSATU.ID—Kementerian Perdagangan diminta untuk membuat regulasi terkait perdagangan online (e-commerce) yang memisahkan antara kegiatan social commerce dengan e-commerce melalui aturan yang sangat ketat.Hal itu disampaikan oleh Anggota Komisi VI DPR RI, Amin AK dalam diskusi “Dialektika Demokrasi” di Gedung DPR, Selasa (26/9/2023).
Menurutnya, perdagangan online melalui media sosial seperti Tiktok telah merugikan kelompok usaha kecil dan menengah (UKM). Alasannya produk yang dijual melalui akun media sosial itu dibanderol dengan harga jauh di bawah harga pasar. Bahkan perdagangan itu juga membebaskan ongkos kirim yang membuat UKM tidak mampu bersaing.
“Kementerian Perdagangan harus bikin aturan-aturan yang sangat ketat sedemikian rupa akibat tingginya lalu lintas perdagangan itu. Pemerintah juga harus menunjukkan keberpihakan yang nyata kepada pelaku UMKM kita,” ujar Amin AK.
Politisi dari Fraksi PKS DPR itu mengakui pemerintah tidak bisa melarang praktik e-commerce. Akan tetapi pemerintah bisa mengatur sistem itu dengan memisahkan antara e-commece dengan social commerce. Pasalnya, Tiktok selama ini memanfaatkan sosial commerce untuk berjualan.
Dia mengatakan bahwa UKM mrupakan penyelamat ekonomi nasional terutama di tengah krisis ekonomi. Sedikitnya terdapat 64 juta pelaku UKM yang mampu menyerap tenaga kerja kurang lebih 97% angkatan kerja. Sedangkan kontribusi UKM kepada PDB mencapai 60 persen.
Sementara itu, Anggota Komisi VI DPR, Intan Fauzi dari Fraksi PAN mengatakan bahwa alih fungsi media sosial menjadi sarana perdagangan menjadi masalah besar. Masalahnya adalah karena mayoritas barang yang dijual adalah produk luar negeri sehingga UKM tak mampu bersaing.
“Jangankan UKM, perusahaan saham besar pun belum tentu bisa kompetitif dari segi harga, misalnya peniti satu renceng dia jual cuma bisa Rp2.000, apalagi kalau yang memang memerlukan teknologi,” ujar Intan.
Dia mengatakan bahwa seharusnya social commerce tidak boleh bertransaksi. Silakan mereka mempromosikan produk , tapi tidak ada transaksi di dalamnya, ujarnya. (John Andhi Oktaveri)