JAKARTA, KORANSATU.ID – Kian mengerikan modus tindak pidana perdagangan orang (TPPO) atau human trafficking. Munculnya modus pengantin pesanan yang viral baru-baru ini.
Pemerintah Indonesia mengecam dan mengutuk segala bentuk TPPO yang merupakan suatu kejahatan kemanusiaan yang sangat kompleks dengan akar penyebab masalah yang tak kalah kompleks. Berbagai macam modus operandi serta cara yang dijalankan dan digunakan sangat beragam dan semakin berkembang melibatkan sindikat dengan jaringan yang menggurita. Dalam memberantas TPPO diperlukan kerja bersama yang harmonis dan sinergis semua pihak.
Asisten Deputi Perlindungan Hak Perempuan Pekerja dan TPPO Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KemenPPPA), Priyadi Santoso mengatakan, modus ini biasa dilakukan pada perempuan dengan Iming-iming mendapatkan jodoh di luar negeri. Taiwan dan Tiongkok yang acap kali jadi negara tujuan.
“Ditawari dikawinkan di sana, dengan orang sana. Harapan itu pupus seketika setibanya di sana. Setelah dinikahkan, ternyata mereka justru dieksploitasi. Para WNI disana dipaksa bekerja pada keluarga suami dengan kondisi mirip perbudakan, seperti merawat lansia. Bahkan, ada juga yang dijual ke industri seks. Karena sudah dinikahi, mereka tak bisa lagi menuntut gaji dalam bentuk apapun, hal ini dikendalian sedemikin rapih,” ujar Priyadi ditemui media KORANSATU.ID, usai acara Media Talk, di Gedung KemenPPPA Jakarta, Jumat (17/3/2023) sore.
Lebih jauh, Priyadi mengungkapkan, para korban ini awalnya tak langsung tertarik ketika ditawari menikah dengan orang luar. Namun, saat diberikan uang muka dengan dalih hadiah, mereka pun jadi berpikir dua kali hingga kemudian menyetujui. Belum lagi, foto yang diviralkan pada calon korban adalah para pria muda.
“Para korban diberikan sejumlah Yuan langsung ke keluarganya. Belum menikah saja sudah menerima uang, yang dibayangkannya demikian bayangannya,” ungkapnya.
Menurut Priyadi, para perempuan kian kali menjadi korban TPPO. Berdarkan data Kepolisian, dari 554 laporan kasus TPPO yang ditangani Polri berjumlah 2.047 orang dimana 77, 3 persen korbannya adalah perempuan dewasa. 272 orang dimana 10,27 persennya anak perempuan, 318 orang dimanan 12,01 persennya laki-laki dewasa, dan 11 orang dimana 0,42 persennya anak laki-laki.
“Permintaan dari luar negeri menginginkan tenaga perempuan, nantinya mereka akan dipekerjakan sebagai pembantu rumah tangga (PRT) yang tak membutuhkan tingkat pendidikan tinggi. Mereka maunya skill. Ini yang kian kali sering dimanipulasi kalau berangkatnya itu nonprocedural,” jelasnya.
Karenanya, Priyadi terus mewanti-wanti agar perempuan selalu berhati-hati. Baik untuk tawaran kerja di luar negeri maupun menikah dengan orang luar negeri.
“Untuk informasi pekerjaan di luar negeri, kami merekomendasikan agar mengakses dari laman Kementerian Ketenagakerjaan atau datang ke kantor kecamatan setempat,” pungkasnya. (Guffe)