JAKARTA, KORANSATU.ID – Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA), Bintang Puspayoga mendorong pengesahan Rancangan Undang-Undang Perlindungan Pekerja Rumah Tangga (RUU PPRT), Menteri PPPA mengatakan RUU PPRT ini untuk mewujudkan perlindungan terhadap pekerja rumah tangga sebagai bagian dari upaya menegakkan prinsip hak asasi manusia.
“Kita mendorong DPR agar segera memparipurnakan dan menjadikan RUU PPRT ini inisiatif DPR. Berkaca pada pengalaman pengesahan Undang-undang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (UU TPKS), dalam pembahasannya jika terdapat perbedaan pendapat merupakan hal yang wajar, tinggal bagaimana kita dapat mengakomodir kepentingan seluruh pihak, utamanya PRT dalam hal pengakuan dan perlindungan,” ujar Bintang dalam Rakor Penetapan RUU PPRT di Kantor Kementerian Ketenagakerjaan, Jakarta, pada Selasa (24/01/3023).
Menteri Bintang mengungakapkan, penyempurnaan harus dilakukan melalui pengesahan RUU PPRT ini, mengingat jumlah Pekerja Rumah tangga (PRT) di Indonesia mencapai hampir 2 juta jiwa, dan 18 persen diantaranya adalah PRT anak yang berumur di bawah 18 tahun, dan 84 persen diantaranya adalah perempuan.
“Pasal-pasal dalam RUU PPRT ini memuat kesepakatan dan kerjasama dalam hal relasi antara majikan dan PRT serta pengawasan terhadap para penyalur,” ucap Bintang.
Dikatakannya, jumlah tersebut menjadi baseline bagi pihaknya, sekaligus tanggungjawab moral bagi KemenPPPA untuk memberikan komitmen.
“Kami akan mengawal pembahasan RUU PPRT ini hingga disahkan menjadi UU. Untuk mendukung langkah tersebut, upaya sosialisasi perlu dilakukan baik secara langsung maupun melalui pemberitaan maupun media sosial. Mudah-mudahan di tahun ini kita bisa memberikan yang terbaik tidak hanya kepada para pekerja rumah tangga, tapi juga mengawal kolaborasi dan kesepakatan antara pemberi kerja dan para penyalur mengingat RUU PPRT yang usianya sudah hampir 19 tahun,” ungkapnya.
Pada kesempatan tersebut, Menteri Ketenagakerjaan, Ida Fauziah, menuturkan percepatan pengesahan RUU PPRT sebagai produk hukum (Undang-Undang), dapat menjadi landasan dalam mengatur dan mengelola permasalahan bidang ketenagakerjaan. Terutama dalam melindungi para pekerja domestik atau PRT di Indonesia yang jumlahnya mencapai 4,2 juta orang.
“Kami mendorong DPR segera mengusulkan menjadi inisiatif bersama pemerintah untuk dibahas dalam RUU Prioritas DPR RI Tahun 2023. Saya kira banyak masyarakat terutama kelompok sipil yang memberikan respons cepat dan baik,” ujar Menaker.
Pihaknya, akan belajar praktik baik dari percepatan pengesahan UU TPKS yang dilakukan oleh KemenPPPA dan Kementerian Hukum dan HAM.
“Untuk itu, kita perlu aktif berkomunikasi dengan DPR melalui komunikasi politik dan memberikan penjelasan terkait apa saja yang dirasa masih kurang pas dalam draft RUU PPRT ini,” katanya.
Menaker menambahkan, harus ada kejelasan hukum yang dapat dijadikan pondasi untuk menyelesaikan persoalan dan memberikan perlindungan PRT. Dari sisi proses usulan hingga saat ini, telah melalui proses panjang yakni 18 tahun.
“Dinamika RUU PPRT ini pun kembali meningkat, dengan semakin gencarnya masyarakat sipil menuntut percepatan pembahasan dan pengesahan RUU PPRT, dan kembali masuknya RUU PPRT ke dalam Prolegnas Prioritas 2023,” imbuhnya.
Sementara itu Staf Presiden Deputi V Bidang Politik, Hukum, Keamanan dan HAM, Jaleswari Pramodhawardani, mengungkapkan pemerintah cukup serius dalam upaya melindungi setiap warga negara tanpa pandang bulu termasuk PRT.
“Untuk itu, dalam hal ini pemerintah juga telah membentuk Gugus Tugas terkait percepatan pengesahan RUU PPRT yang diketuai oleh Wakil Menteri Hukum dan HAM dan Menteri Ketenagakerjaan sebagai leading sector.
“Kolaborasi seluruh pemangku kepentingan yang sangat bagus saat memperjuangkan RUU TPKS menjadi undang-undang harus ditularkan semangatnya pada proses RUU PPRT,” jelas Jaleswari.
“Saat ini, langkah yang harus dilakukan adalah merefleksikan kembali isu-isu yang masih belum clear dari draft RUU PPRT terutama terkait dengan upah, jaminan sosial, dan kekhawatiran lainnya bagi pemberi dan penyalur kerja,” tambahnya.
Menurutnya, masih banyak hal-hal yang belum mengemuka ke publik terkait pasal-pasal yang ada dalam RUU PPRT ini. Padahal, jika melihat efek domino dari penetapan RUU PPRT ini dapat menurunkan angka pengangguran di Indonesia, sebab PRT akan masuk dalam statistik pekerja.
“Besar harapan kita semua agar draft terakhir RUU PPRT dapat mengakomodasi kepentingan dan keinginan pihak-pihak terkait,” harap Jaleswari. (Guffe)