JAKARTA, KORANSATU.ID— Wakil Ketua Dewan Perwakilan Daerah (DPD) Nono Sampono mengatakan dua poros perubahan konstitusi masih menunggu momentum kesepakatan nasional di tengah munculnya kekhawatiran atas arah pembangunan berdasarkan visi dan misi calon presiden.
Hal itu disampaikannya saat memberikan keterangan pada acara peringatan 19 tahun kelahiran DPD di Kompleks Parlemen hari ini, Minggu (1/10/2023). Menurutnya, desakan masyarakat akan perubahan konstitusi itu sudah berkali-kali disampaikan bahkan sampai gugatan ke pengadilan.
“Dua poros yang menghendaki perubahan itu yang pertama adalah amendemen kelima atau yang ada sekarang diubah. Dan yang kedua adalah ada yang berkehendak terbalik, Undang-undang Dasar 45 yang asli 18 Agustus baru dilakukan adendum atau penyesuaian,” ujarnya.
Karena ada dua proros itu dia menegaskan diperlukan sebuah kesepakatan nasional.
“Tinggal apakah nanti momentum ini dalam waktu dekat mengingat akan ada Menurutnya, perubahan pada konstitusi itu merupakan langkah untuk memperkuat demokratisasi yang ada di Indonesia.
Namun upaya itu tidak mudah seiring dengan perjalanan waktu selain membutuhkan penyesuaian-penyesuaian setelah reformasi konstitusi terjadi.
Pada bagian lain Nono menjelaskan bahwa dari MPR, mereka melihat PPHN (pokok-pokok haluan negara) sebagai pintu masuk perubahan UUD. Namun, dari perspektif DPD RI, mereka ingin melakukan perubahan bukan hanya pada PPHN, tetapi juga menempatkan MPR sebagai lembaga tertinggi negara, dan seterusnya hingga adendum.
“Kita tahu bahwa mereka berangkat dari kelompok partai politik, jadi mereka akan menyesuaikan dengan keputusan atau langkah yang diambil oleh partai politik. Tapi setidaknya ini memberikan gambaran bahwa konsep yang ditawarkan oleh DPD RI telah dipahami. Kesimpulannya adalah kedaulatan rakyat kita sedang dalam bahaya,” ucapnya.
Nono mengatakan bahwa DPD perlu menawarkan konsep perubahan yang lebih revolusioner bagi bangsa ini. Dia juga menganggap penting bagi pimpinan DPD untuk terus mendekati pemerintah, terutama Presiden.
“Kita harus meyakinkan pemerintah, khususnya Presiden, bahwa situasi saat ini tidak dapat dipaksakan untuk terus berlanjut, karena akan menyebabkan kerugian,” tegasnya. (John Andhi Oktaveri)