JAKARTA KORANSATU ID : Persidangan kasus pidana dengan Nomor Perkara 246/Pid.B/2024, di Pengadilan Negeri Jakarta Utara (PN Jakut) mulai membongkar dugaan rangkaian kejahatan yang dilakukan oknum Biksuni atau Biksu Perempuan dan keluarganya, kepada mantan menantunya, Selasa (2/4/24).
Perkara Tindak Pidana Menyuruh Menempatkan diduga Keterangan Palsu ke dalam Akta Otentik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 266 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (Pasal 266 KUHP) itu dipimpin oleh Ketua Majelis Hakim bernama
Syofia Marlianti T, dengan anggota Majelis Hakim Hotnar Simarmata, anggota Majelis Hakim Dian Erdianto, serta Panitera Pengganti, Ari Palti Siregar.
Sepanjang proses persidangan, Ketua Majelis Hakim, Syofia Marlianti T, memperlihatkan sikap ‘gemes’ kepada para pihak yang dihadirkan di muka persidangan.
Awalnya, sidang dijadwalkan pukul 10 pagi, dan baru bisa dimulai pada pukul satu siang, karena menunggu para Jaksa Penuntut Umum (JPU), yang terdiri dari Hadi Karsono dan Tri Nuradi Sinaga.
Sidang digelar di Ruang Prof R Subekti atau Ruang 7, Lantai 2, Pengadilan Negeri Jakarta Utara, dengan agenda pemeriksaan Saksi Pelapor, Katarina Bonggo Warsito.
Katarina Bonggo Warsito sudah hadir sejak pagi bersama Kuasa Hukumnya.
Demikian pula, para Terdakwa yang terdiri dari Aky Jauwan, Ernic Jauwan yang masih tinggal di Australia, dan Terdakwa Eva yang merupakan Bisku Perempuan atau Biksuni di Vihara Dharma Suci, Pantai Indah Kapuk (PIK), Jakarta sudah hadir bersama Tim Kuasa Hukumnya.
Persidangan juga dihadiri para pengunjung dan para wartawan yang meliput di Pengadilan Negeri Jakarta Utara.
Katarina Bonggo Warsito sebagai Saksi Pelapor dihadirkan ke muka persidangan. Sepanjang persidangan, Ketua Majelis Hakim, Sofya Marlianti T, sudah langsung ngegas dan tampak sering kegemesan karena Saksi sering menjawab pertanyaan Majelis Hakim dengan tidak fokus.
“Tolong fokus jawab pertanyaan, dan tolong ya saya peringatkan, sidang ini dipimpin oleh Majelis Hakim, jadi kami tidak bisa diintervensi dan suruh-suruh membuat penilaian persidangan, karena memang itu tugas kami,” tutur Sofya Marlianti T kepada para peserta sidang.
Saksi Pelapor, Katarina Bonggo Warsito yang hadir mengenakan kemeja putih, menjawab semua pertanyaan Majelis Hakim, Jaksa Penuntut Umum (JPU), dan maupun Tim Kuasa Hukum para Terdakwa, dengan panjang kali lebar, yang kembali membuat Hakim Sofya Marlianti T gemes dan memperingatkan, serta sering mengambil alih penjelasan pertanyaan-pertanyaan.
Di tengah proses persidangan, krmbali JPU meminta waktu karena ada salah satu anggota JPU baru tiba dan hendak bergabung ke meja JPU.
Hal ini juga membuat Ketua Majelis Hakim, Sofya Marlianti T kembali gemas.
Demikian pula, ketika para anggota Tim Kuasa Hukum para Terdakwa yang diberi kesempatan untuk bertanya kepada Katarina Bonggo Warsito, Sofya Marlianti T, kembali menyela, agar para kuasa hukum fokus bertanya pada inti dan atau pokok perkara.
Ketika pihak Terdakwa, yang diwakili Biksuni Eva, diminta oleh Majelis Hakim meresponi penjelasan dan kesaksian yang disampaikan Katarina Bonggo Warsito, Sofya Marlianti kembali “menyemprot” Biksuni Eva, agar memberikan pertanyaan yang fokus pada inti perkara.
“Jangan berbelit-belit. Saksi Pelapor tetap pada keterangannya. Eva fokus saja pada apa yang mau ditanyakan, kalau jawaban nanti kalian bisa bikin dijawaban kalian saja,” tutur Sofya Marlianti T.
Perkara ini adalah terkait adanya dugaan pemalsuan dokumen dan keterangan atas pernikahan Katarina Bonggo Warsito dengan Alexander Muwirto yang merupakan anak kandung dari Aky Jauwan, dan saudara laki-laki kandung dari Terdakwa Ernic Jauwan dan Biksuni Eva.
Kemudian, dari pemalsuan-pemalsuan tersebut, pihak Terdakwa diduga hendak menguasai harta gono gini Katarina Bonggo Warsito, sebagai pewaris dalam pernikahan mereka yang sah dengan Alexander Muwirto. Katarina Bonggk Warsito menikah dengan Alexander Muwirto secaga agama Buddha. Kemudian, mereka bercerai ketika Alexander Muwirto masih terus diduga melakukan kejahatan-kejahatan bersama para Terdakwa lainnya. Alexander Muwirto sudah meninggal dunia, beberapa tahun setelah perceraiannya dengan Katarina Bonggo Warsito.
Kuasa Hukum Katarina Bonggo Warsito, Pilipus Tarigan, yang mendampingi kliennya di Pengadilan Negeri Jakarta Utara, menyampaikan, Katarina Bonggo Warsito melaporkan para Terdakwa atas adanya pembuatan akta yang diduga dipalsukan terkait perkawinan Katarina Bonggo Warsito dengan Alexander Muwirto.
Juga adanya upaya dugaan pemalsuan itu dilakukan oleh Biksuni Eva, Ernic Jauwan dan Aky Jauwan, yang merupakan mantan mertua dan adik ipar Katarina Bonggo Warsito, dengan tujuan untuk mengambilalih dan menguasai hak waris dan mawaris serta harta gono gini yang seharusnya menjadi hak Katarina Bonggo Warsito.
“Ada surat pernah menikah diduga dipalsukan agar harta warisannya berubah. Para Terdakwa pasti tahu persislah bahwa Saksi Pelapor menikah dengan sah, dan juga memiliki harta gono gini yang harusnya menjadi hak Katarina Bonggo Warsito. Pasti tahu persis. Tapi mereka malah membuat skenario dan diduga memalsukan akta dan keterangan-keterangan,” tutur Pilipus Tarigan kepada wartawan di PN Jakarta Utara.
Ketidakjujuran para Terdakwa itulah yang menjadi alasan pelaporan dilakukan Katarina Bonggo Warsito kepada para Terdakwa.
“Sehingga tindakan para terdakwa yang membuat akta dan surat-surat yang dugaan dimanipulasi itu sudah menjadi bukti kuat kok,” jelas Tarigan.
Sedangkan terkait peran Biksuni Eva, lanjutnya, bahwa Eva ditahbiskan sebagai Biksuni pada tahun 2016 di Vihara Dharma Suci Pantai Indah Kapuk (PIK). Namun pada faktanya, dugaan Eva masih aktif mengurusi harta gono gini dan hendak menguasai hak-hak Katarina Bonggo Warsito. Dapat dibuktikN dengan dokumen tertanggal 07 Maret 2018.
“Bagaimana mungkin, sudah jadi Biksuni tahun 2016, tapi masih turut cawe-cawe dalam urusan gono gini saudaranya hingga 2018?” ujar Tarigan.
Menurut Tarigan, kliennya tadinya hendak meminta haknya yakni berupa toko dan hasil-hasil usaha yang ditaksir sudah bernilai Rp 35 Miliar. Namun, Katarina Bonggo Warsito masih berperasaan kepada mantan keluarganya itu, sehingga meminta setengah saja, yakni ruko ditambah dengan setengah dari hasil usaha toko, yakni sekitar Rp 17 miliar.
“Klien kami bukan orang yang ngotot-ngotot loh. Dia cuma minta setengah saja dari haknya. Bukan mau semuanya. Tapi ya pihak Terdakwa malah memalsukan akta dan dokumen-dokumen,” tuturnya. (sena).