SIDOARJO, KORANSATU.ID – Kepala Kejaksaan Tinggi Jawa Timur Dr.Mia Amiati meresmikan Rumah Restorative Justice di Kantor Kelurahan Sidokumpul Kecamatan Sidoarjo, Senin (6/6/22).
Nantinya, sebanyak 20 desa di Kabupaten Sidoarjo akan digandeng Kejaksaan Negeri Sidoarjo sebagai rumah Restorative Justice.
” Rumah Restorative Justice merupakan tempat mediasi penyelesaian perkara hukum tanpa harus masuk ke pengadilan. Namun hanya mennagani perkara pidana ringan saja,” kata Mia Amiati.
Bupati Sidoarjo H.Ahmad Muhdlor mengapresiasi rumah restorative justice yang berada di 18 desa dan 2 kelurahan di wilayahnya. Keberadaan tempat tersebut diharapkan menjadi alternatif keadilan yang berdasarkan hati nurani.
Untuk itu, Kepala desa/kelurahan yang ditempati sebagai rumah restorative justice diminta mendukungnya.Salah satunya dengan mensosialisasikan keberadaan rumah restorative justice.
” Saya harap atensi kepala desa atau terhadap jalannya rumah restorative justice untuk dijaga, sehingga kebermanfaatannya berjalan baik,” pintanya.
Ia juga berharap keberadaan rumah restorative justice akan semakin banyak.Tidak hanya di 20 desa/kelurahan saja.Dengan begitu pelayanan hukum di Kabupaten Sidoarjo akan semakin baik.
“Terobosan ini menjadi warna baru bagi perjalanan hukum di Indonesia, dimana ada salah satu cara penanganan perkara hukum yang mengandalkan humanisme, hati nurani demi mewujudkan keadilan yang setinggi-tingginya,” ujarnya.
Menurut Kajati, Dr.Mia Amiati, ada tiga syarat prinsip keadilan restoratif yang bisa ditempuh akni, pelaku baru pertama kali melakukan pidana,ancaman pidana tidak lebih dari 5 tahun serta nilai kerugian perkara tidak lebih dari Rp.2,5 juta.Jika tiga unsur itu terpenuhi, maka perkara pidana dapat dilakukan di rumah restorative justice tanpa ke pengadilan.
“Dalam restorative justice ini ada upaya bagaimana penyelesaian perkara pidana diluar pengadilan, artinya tanpa dibawa keranah pemeriksaan di pengadilan,” ucapnya.
Konsep restorative justice, tambahnya, menitik beratkan pada perdamaian suatu perkara pidana, bukan lagi pemberian sangsi pidana. Untuk itu, restorative justice melibatkan tokoh masyarakat, tokoh agama dan aparatur pemerintahan sebagai mediasi para pihak yang berperkara.
“Jadi bukan semata-mata menghukum orang agar dihukum pidananya karena berbuat salah tetapi diupayakan bagaimana bisa menerapkan sehumanisme mungkin penyelesaian perkara melalui proses musyawarah yang melibatkan tersangka,korban dan keluarganya serta tokoh masyarakat,tokoh agama dan aparatur pemerintahan,”ucapnya.(Andik)