Langit nampak mendung. Awan hitam terus terlihat dari kejauhan. Sesekali petir mengeluarkan suara yang menakutkan. Tanda hujan akan datang.
Lelaki separuh baya terus mengayuh sepedanya agar sampai rumah untuk menghindari hujan.
Itulah sepintas kisah Ujang (39), tukang pijat keliling, yang bertahan hidup di musim pandemi.
Ujang tinggal di rumah kontrakan di bilangan Jakarta Utara, dengan ukuran 4×6 meter yang. Dan untuk menuju rumahnya harus melewati gang-gang kecil.
Di kontrakan itu, Ujang tinggal dengan istri dan dua orang anaknya. Istrinya yang buruh cuci kini tidak lagi bekerja. Pasalnya, sang majikan tak mampu lagi membayarnya.
Sementara putra sulungnya bernama Helmi (18). Ia duduk di bangku kelas XII SMU Negeri di kawasan Jakarta Timur. Sementara anak keduanya Fajri (15), masih duduk di bangku sekolah VIII SMP Swasta di Jakarta.
Dari hasil kerjanya sehari-hari, Ujang kadang pulang membawa uang ke rumahnya sekitar Rp25 ribu hingga Rp50 ribu. Atau bahkan sama sekali tidak mengantongi uang.
“Dulu, sebelum ada corona, saya masih bisa menyisihkan sebagian uang saya. Tapi sekarang untuk ketemu makan saja sudah bersyukur,” ujar Ujang.
Mendengar cerita sang ayah, Helmi kepada Koransatu.id berharap, agar dirinya cepat menyelesaikan sekolah, sehingga ia bisa bekerja guna meringankan penderitaan sang ayah.
“Saya ingin sekolah saya cepat selesai, biar bisa bantu orang tua. Saya tak ada niat kuliah, apalagi di musim pandemi sekarang ini,” harapnya.
Sementara Fajri, yang bercita-cita ingin jadi dokter berharap agar pandemi ini berkesudahan.
“Mudah-mudahan pandemi segera berakhir, dan ayah bisa bekerja mencari uang seperti biasanya,” ucapnya.[lian]
Note : Bersama-kita lawan virus Corona. koransatu.id mengajak seluruh pembaca untuk selalu menerapkan protokol kesehatan dalam setiap kegiatan. Ingat 3M : Memakai masker, Raji Mencuci tangan, dan selalu Menjaga jarak.
“