OPINI
Urgensi Pembaharuan Sistem Pemidanaan Dalam Hukum Pidana
Penulis: Wahyu Fransiskus Sozanolo Mendrofa
Mahasiswa Magister Ilmu Hukum Universitas Sumatera Utara
Urgensi Pembaharuan Sistem Pemidanaan Dalam Hukum Pidana
Hukum Pidana adalah hukum yang mengatur pelanggaran-pelanggaran dan kejahatan terhadap kepentingan umum, bersifat memaksa dan dapat dipaksakan, paksaan tersebut perlu untuk menjaga dan mengatur keseimbangan kekeadaan semula yang dalam hukum pidana disertai dengan sanksi sebagaimana diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP).
Berkaitan dengan sanksi pidana maka jenis pidana perampasan kemerdekaan berupa pidana penjara merupakan jenis pidana yang kerap dikenakan terhadap pelaku tindak pidana oleh hakim. Dalam perjalanannya, sehubungan dengan perkembangan tujuan pemidanaan yang tidak lagi hanya terfokus pada upaya untuk menderitakan, akan tetapi sudah mengarah pada upayaupaya perbaikan ke arah yang lebih manusiawi, maka pidana penjara banyak menimbulkan kritikan dari banyak pihak terutama masalah efektivitas dan adanya dampak negatif yang ditimbulkan dengan penerapan pidana penjara tersebut.
Rancangan Undang-Undang (RUU) KUHP merupakan wujud dari adanya pembaharuan hukum pidana di Indonesia. Secara filososfis, KUHP yang disusun oleh pemerintah kolonial Belanda perlu untuk diganti karena landasan filosofinya yang berbeda dengan Indonesia. RUU KUHP bertujuan melakukan penataan ulang bangunan sisten hukum pidana nasional. Hal ini tentunya berbeda dengan pembuatan atau penyusunan RUU yang biasanya sering dibuat selama ini. Pembaharuan hukum pidana pada hakikatnya mengandung makna suatu upaya untuk melakukan reorientasi dan reformasi hukum pidana yang sesuai dengan nilai-nilai sentralsosio-politik, sosio filosofik dan sosio cultural masyarakat Indonesia yang melandasi kebijakan sosial, kebijakan kriminal dan kebijakan penegakan hukum di Indonesia.
Penegakan hukum di era globalisasi sangat membutuhkan adanya keterbukaan, demokrasi, perlindungan hukum terhadap Hak Asasi Manusia (HAM), penegakan hukum dan keadilan pada seluruh aspek dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara di Indonesia. Adapun beberapa hal pembaharuan dalam konsep KUHP baru yaitu, adanya keseimbangan antara asas legalitas dan asas kesalahan, keseimbangan asas legalitas formal dan materiil serta sifat melawan hukum formal dan materiil, konsep merumuskan asas kesalahan atau pertanggungjawaban pidana, konsep memisahkan alasan penghapus pidana berupa “alasan pembenar” dengan “alasan pemaaf”, konsep pertanggungjawaban korporasi, jenis pidana dan tindakan, jumlah dan lamanya pidana.
Jenis pidana pokok dalam RUU KUHP tidak banyak berbeda dengan KUHP yang berlaku saat ini. Yang agak menonjol adalah dimasukkannya “pidana kerja sosial” yang selama ini tidak dikenal dalam KUHP. Hal menonjol lainnya yaitu digesernya kedudukan pidana mati dari “paket” pidana pokok yang bersifat khusus atau eksepsional. Alasannya adalah dilihat dari tujuan pemidanaan dan tujuan diadakannya hukum pidana maka pidana mati pada hakikatnya bukanlah sarana utama untuk mencapai tujuan tersebut.
Dalam Pasal 51 Undang-undang No. 1 Tahun 2023 tentang Kitab Undang-Undang Hukum Pidana, pemidanaan bertujuan mencegah dilakukannya tindak pidana dengan menegakkan norma hukum demi perlindungan dan penganyoman masyarakat, memasyarakatkan terpidana dengan mengadakan pembinaan dan pembimbingan agar menjadi orang yang baik dan berguna, menyelesaikan konflik yang ditimbulkan akibat tindak pidana, dan menumbuhkan rasa penyesalan dan membebaskan rasa bersalah pada terpidana.
Dihubungkan dengan teori pemidanaan, tujuan yang dirumuskan dalam ketentuan pasal tersebut diatas nampak berlandaskan pada teori pemidanaan relatif yang mempunyai tujuan untuk mencapai manfaat untuk melindungi masyarakat dan menuju kesejahteraan masyarakat. Tujuan ini juga sesuai dengan pandangan utilitarian sebagaimana diklasifikasikan oleh Herbet L. Parker, yaitu untuk menyelesaikan konflik yang ditimbulkan oleh tindak pidana, memulihkan keseimbangan dan mendatangkan rasa damai dalam masyarakat. Dengan demikian tujuan pemidanaan dalam konsep RUU KUHP adalah berorientasi ke depan (forward looking).
Dari orientasi pemidaan tersebut diatas, pemidanaan terpidana dalam RUU KUHP (sekarang telah menjadi Undang-undang nomor 1 Tahun 2023 tentang Kitab Undang-undang Hukum Pidana) bertujuan menyeimbangkan perlindungan masyarakat dan perlindungan individu terpidana. Pedoman pemidanaan dapat menjadi acuan bagi penegak hukum dalam menjalankan tugasnya untuk menemukan keadilan dan tidak hanya terpaku pada kepastian undang – undang. Mengingat dalam peraturan perundang- undangan yang berlaku saat ini, belum diatur tentang pedoman pemidanaan, maka dalam menjatuhkan putusan pidana, sebaiknya hakim tidak hanya menekankan punitive attitude tetapi harus diimbangi dengan terapeutic attitude dengan memperhatikan pedoman pemidanaan sebagaimaa telah dirumuskan dalam Pasal 53 Undang-undang nomor 1 Tahun 2023 tentang Kitab Undang-undang Hukum Pidana.