SUKABUMI, KORANSATU.ID – Ketua Dewan Pembina Yayasan Arrohman Rahmatan Nurul Hidayah Kota Sukabumi Taufiq mengungkapkan penyebab ke kisruhan yang di terjadi, Sabtu (24/12/2021) di Kedai Ckopi Gaud Kota Sukabumi.
Menurut pengakuan Taufiq, kesemrautan yang kadung menjadi sorotan publik itu, sebenarnya bukan persoalan yang teramat besar. Hanya karena adanya disharmonisasi antara dewan Pembina dan pengelola pondok pesantren Abdul Hakim, yang memang sudah berlangsung cukup lama. Ketidak harmonisan itu terlihat jelas ketika pihak Dewan Pembina memberikan teguran secara lisan kepada Abdul Hakim.
“Kami memberikan teguran bukan tanpa alasan. Karena yang bersangkutan sering membiarkan para santri belajar tanpa didampingi ustad,” ungkap Taufik.
Terlebih, lanjut Taufiq, Abdul Hakim tidak pernah terbuka dalam soal pengelolaan pondok pesantren.
“Jangankan laporan keuangan. Laporan administrasipun tak pernah ia sampaikan. Rekening yayasanpun selalu kosong. Diduga dalam mengelola keuangan yayasan dia menggunakan rekening pribadi atau rekening isterinya,” tandas Taufik.
Lebih lanjut Taufiq mengatakan dirinya tidak mengerti apa yang menjadi tuntutan Abdul Hakim. Karena apa yang menjadi tanggung jawab yayasan sudah di penuhi.
“Termasuk gaji tiap bulan, rutin ditransfer ke rekeningnya,” tegas Taufik.
Selain itu Taufiq merasa bingung ketika tiba-tiba Abdul Hakim mengambil keputusan untuk membubarkan para santri dan menyuruhnya pulang tanpa persetujuan wali santri dan pihak yayasan.
Taufik mengatakan, pernah mengupayakan untuk tabayun dengan Abdul Hakim. Namun sangat disayangkan yang bersangkutan tidak berkenan hadir. Hingga mediasi yang difasilitasi pengadilanpun tidak digubris oleh yang bersangkutan.
“Sampai akhirnya Abdul Hakim mengundurkan diri dan berjanji akan mengkondisikan para santri yang dirumahkan kembali ke pondok. Janji itupun sampai kini belum terealisasi,” katanya.
Diujung pembicaraan, Taufik mengaku malah bersyukur akhirnya Abdul Hakim mengundurkan diri. Sebab, kata Taufik, belakangan ia tahu ada perbedaan paham keagamaan antara ia dan Abdul Hakim.
“Perbedaan paham itu menyangkut fikih. Bagi dia, perempuan yang sedang haid boleh memegang Al quran. Tentu yayasan tidak ingin anak di Ponpes ini mendapat pengajaran fikih yang tidak sepaham,” katanya.
Taufik berharap apa yang telah terjadi tidak akan merusak nama baik dan lembaga pendidikan islam. “Sebab, tegas Taufik, yayasan telah dan akan selalu bertanggungjawab atas pendidikan islam yang diselenggarakan di pesantrennya,” imbunya. (Haris)