JAKARTA, KORANSATU.ID – Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA), Bintang Puspayoga melakukan dialog bersama perwakilan Forum Anak Nasional (FAN) dan Forum Anak Daerah.
Masing-masing peserta mengemukakan berbagai isu dan masalah anak yang dihadapi dan temukan di wilayah mereka masing-masing. Isu perkawinan anak menjadi isu yang banyak peserta bahas dalam pertemuan bertemakan “Kabar-Kabari Edisi 2.0” secara virtual, pada Minggu (19/02/23).
Permasalahan anak disampaikan 3 perwakilan anak, dari Wilayah Barat oleh Laurience, Wilayah Tengah oleh Locita, dan dari Wilayah Timur oleh Eka. Isu paling dominan adalah isu perkawinan usia anak.
“Salah satu contoh permasalahan perkawinan anak ini seperti yang terjadi di wilayah bagian Tengah disebabkan karena berbagai hal,” ucapnya.
Lebih lanjut, Locita mencontohkan, di wilayah Jawa Barat dan Nusa Tenggara Barat perkawinan usia anak dipicu adanya masalah perekonomian pada keluarga dan juga altekanan orang tua yang berasumsi bahwa anak yang lebih cepat menikah akan lebih baik.aag6 akan memperkecil resiko melakukan zina.
“Masih banyak orang tua yang menganggap perempuan tak bisa memiliki karir dan ujung-ujungnya hanya akan menjadi seorang ibu rumah tangga. Hal ini membuat perempuan diremehkan dan semakin meningkatkan angka perkawinan usia dini pada anak,” tutur Locita.
Sementara itu Menteri Bintang mengatakan, sesuai tugas dan fungsi KemenPPPA, pihaknya akan berkoordinasi lebih lanjut terkait langkah yang harus dilakukan ke depannya dengan memperhatikan solusi-solusi yang telah direkomendasikan masing-masing perwakilan Forum Anak Daerah.
“Saya menyampaikan apresiasi dan terima kasih sebesar-besarnya atas penyampaian permasalahan serta rekomendasi solusi yang telah disampaikan, terkait dengan isu-isu dalam 5 cluster hak anak, baik itu hak sipil dan kebebasan, lingkungan keluarga dan pengasuhan alternatif, kesehatan dasar dan kesejahteraan, pendidikan, pemanfaatan waktu luang dan kegiatan budaya, demikian juga perlindungan khusus,” ujar Bintang.
Selajutnya, kata Bintang, isu lainnya menjadi catatan, akan dikomunikasikan dengan pihak-pihak terkait.
“Sesuai tugas dan fungsi KemenPPPA, yaitu fungsi koordinasi dan sinkronisasi kebijakan, maka untuk mengeksekusi apa yang menjadi harapan, kami akan mengomunikasikan dengan kementerian/ lembaga terkait, pemerintah daerah setempat,” ucapnya.
“Salah satunya permasalahan perkawinan anak, solusi yang disampaikan perwakilan Forum Anak Daerah menjadi penting karena penanganan setiap kasus tidak bisa di generalisasi secara umum, melainkan perlu memperhatikan secara parsial terkait karakter, adat, dan budaya dari masing-masing daerah,” sambungnya.
Bintang menambahkan, untuk menampung dan menindaklanjuti usulan dari peserta dialog maka sesuai tugas dan fungsi Kemen PPPA, pihaknya akan melakukan komunikasi dengan K/L terkait.
“Isu lainnya yang dikemukakan dalam dialog ini diantaranya kebebasan berekspresi yang belum sepenuhnya terwujud di daerah karena Forum Anak seringkali tidak dilibatkan dalam kegiatan Musrenbang (Musyawarah Rencana Pembangunan),” imbuhnya.
Menurutnya, Forum Anak Daerah juga mendapat laporan belum banyak berfungsinya wadah bagi korban untuk bisa melapor dan bebas bercerita tentang apa yang dialami.
“Permasalahan lainnya, yaitu mengenai penyalahgunaan miras dan NAPZA, fasilitas kesehatan ramah anak yang kurang memadai, maraknya pekerja anak, perundungan di lingkungan sekolah, masyarakat, dan cyberbullying, rokok dan iklan rokok hingga isu perlindungan khusus anak, yaitu kekerasan fisik maupun seksual pada anak,” tutup Bintang.
Di tempat sama, Ketua FAN, Muhammad Aqsha Dewantoro menyampaikan, isu prioritas yang sudah dirangkum FAN ini bisa dijadikan bahan pokok atau menjadi tema dari kegiatan Forum Anak di daerah.
“Kemudian, nanti akan terhitung menjadi rencana tindak lanjut yang selanjutnya akan dilaporkan pada laporan triwulan pada Mei 2023 mendatang,” tandasnya. (Guffe)