JAKARTA, KORANSATU.ID- Langkah Presiden Joko Widodo (Jokowi) meminta China menyusun detail desain Ibu Kota Negara (IKN) Nusantara di Kalimantan Timur dinilai tidak tepat mengingat kondisi alam dan geografi Indonesia yang jauh berbeda dari negara tersebut.
Sebelumnya, Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi (Menko Marves) Luhut Binsar Panjaitan yang ikut mendampingi Presiden Jokowi ke China mengatakan kerja sama itu berupa perencanaan kota dengan dalih sudah ada pengalaman yang dimiliki kota Shenzhen.
“Kalau kita minta desain [IKN] kepada negara lain, itu tak wajar. Kalau kepada para ahli itu wajar, tapi bukan hanya dari satu negara saja,” ujar Pengamat Tata Pemerintahan Djohermasyah DJohan dalam acara diskusi bertajuk “IKN Mengubah Status DKI. Lantas Bagaimana Status Jakarta?,” hari ini, Selasa (17/10/2023).
Dia kemudian merujuk kepada apa yang dilakukan PM Malaysia Mahathir Mohammad ketika memindahkan Ibu Kota Negara dari Kuala Lumpur ke Putra Jaya yang menggunakan konsutan dan para ahlir dari seluruh dunia, bukan kepada satu negara saja. Akan tetapi, Djohermansyah tidak memerinci apakah ada muatan politis di balik kerja sama dengan China tersebut.
“Dalam praktiknya China itu negara daratan (mainland), sedangkan Indonesia negara kepulauan. Selain itu apakah arsitekturnya cocok untuk Indonesia sebagai negara tropis dengan dua musim,” ujar Djohermansyah.
Sementara itu, Anggota DPR dari Fraksi PKS menyoroti tentang pembiayaan pembangunan IKN dengan proporsi 20 persen dari APBN dan 80 persen dari investor. Artinya, dengan kebutuhan anggaran 466 triliun, maka dana APBN yang akan dipakai sebesar 90 triliun.
“Ini angka yang sangat besar. Apalagi ditengah kondisi ekonomi negara yang tidak baik-baik saja,” katanya. Sedangkan pada sisi lain, problematika kemiskinan dan pengangguran juga masih sangat berat sehingga perhitungan itu perlu dikaji kembali,” ujar Anis.
Hal lain yang disoroti Anis adalah 80 persen pembangunan IKN yang dibiayai oleh investor, yang hingga saat ini perkembangannya masih belum dijelaskan oleh kepala Otoritas IKN.
Pada bagian lain, Anis juga pesismistis soal pemidahan Ibu Kota Negara karena terkait persoalan pertanahan. Walaupun sudah masuk dalam salah satu strategi OIKN untuk percepatan rehabilitasi hutan, namun tidak disebutkan bagaimana persoalan pertanahan akan diselesaikan oleh OIKN, katanya.
“Tukar menukar kawasan hutan, ini kan salah satu titik potensi korupsi-korupsi yang ada disektor sumber daya alam,” kata Anis.
Sebagaimana diketahui, calon lokasi IKN sebagian besar telah dikuasai oleh izin-izin korporasi baik disektor kehutanan, pertanian, ataupun pertambangan. (John Andhi Oktaveri)