JAKARTA, KORANSATU.ID – ” Hai bro … ? Apa kabar ? Tanya ku pada seorang teman bernama Sugeng (45) yang tinggal di Jl. KH Dewantara, Ciputat, Tangerang saat bertemu di sebuah Kedai Kopi di kawasan Tanah Kusir, Sabtu (22/5/2021) Minggu lalu.
” Kabar baik, bang,” jawabnya sambil menarik kursi untuk duduk.
” Selamat Hari Raya Idul Fitri, Mohon Maaf Lahir Bathin ya,” ucapku lagi.
” Maaf lahir Bathin juga ya bang,” jawabnya.
Gimana situasi Lebaran di kampung,” tanya ku lagi.
” Saya nggak pulang kampung bang,” jawabnya.
“Lho kok … nggak pulang kampung,” tanya ku heran.
“Saya nggak mudik, karena ada himbauan atau larangan pemerintah, terkait pencegahan penyebaran Covid-19,” tuturnya.
Menurut Sugeng, sebenarnya dirinya ingin sekali mudik alias pulang kampung, karena sudah dua tahun, sejak merebaknya penyebaran virus Corona, dirinya tidak mudik.
Ada kerinduan dalam dirinya untuk berkumpul, bersilahturahmi dan Lebaran dengan orang tua dan sanak saudaranya di Semarang, Jawa Tengah (kampung halamannya) tapi tidak mungkin, karena ada larangan dari Pemerintah untuk tidak mudik tahun ini.
” Kangen sih bang, ingin lebaran dan sungkem sama orang tua serta saudara di kampung tapi kan ada larangan tidak boleh mudik,” kata dengan nada sedikit sedih.
Sebelumnya, tambah Sugeng, dirinya sudah mempersiapkan diri dengan memberikan informasi kepada orang tua nya agar tidak berharap dirinya dapat mudik tahun ini lagi. Untungnya, orang tua nya, mengerti dengan keadaan sekarang akibat penyebaran Covid-19.
” Sebelumnya, saya sudah wanti-wanti sama orang tua, kemungkinan saya tidak bisa mudik. Untungnya orang tua saya bisa mengerti,” ungkapnya.
Kalau mau dipaksakan mudik tahun ini sih bisa, kata Sugeng, hanya saja, selain ada larangan mudik, biayanya cukup tinggi, dari mulai harga tiket yang naik dua kali lipat dan biaya test cepat antigen sebelum berangkat. Apalagi, jika mudik dirinya membawa istri dan kedua anaknya, butuh biaya lebih.
” Akhirnya saya mikir, lebih baik biaya mudik yang cukup tinggi untuk membiayai kebutuhan hidup selama libur dan merayakan lebaran di jakarta,” tukas Sugeng.
Tiba saat Hari Raya Idul Fitri, kata Sugeng, dirinya memanfaatkan kecanggihan teknologi (IT) untuk meminta maaf kepada orang tua dan mengucapkan Hari Raya Idul Fitri secara virtual (video call). “Saya video call untuk mengucapkan hari raya Idul Fitri dan minta maaf kepada kedua orang tua,” ungkapnya dengan nada haru.
Paling tidak, katanya, dengan melakukan video call (virtual), dirinya bisa melihat langsung orang tua dan saudaranya yang berada jauh di kampung halaman. “Paling tidak rasa rindu dan ingin ketemu bisa terobati,” ungkap Sugeng.
Tingkat Kesadaran yang Rendah
Ditanya adanya warga yang menolak dan viral video penolakan saat di suruh putar balik di pos penyekatan, karena tidak memenuhi persyaratan yang ditentukan, Sugeng beranggapan, mereka adalah segelintir warga masyarakat yang memiliki tingkat kesadaran yang rendah.
Menurut Sugeng, pemerintah melakukan larangan mudik Lebaran 2021 yang berlaku pada 6-17 Mei 2021 dan memberlakukan aturan tambahan berupa pengetatan perjalanan berlaku mulai 22 April-5 Mei dan 18-24 Mei 2021 serta larangan mudik lokal untuk mencegah penyebaran Covid-19 ke daerah tujuan mudik.
Dalam hal tersebut, pemerintah sudah memperhitungkan dampaknya secara matang, bila tidak ada larangan mudik. Pemerintah tidak ingin seperti negara India, dimana secara mendadak warga yang terpapar Covid-19 bisa mencapai ratusan ribu orang dalam sehari. Karena Pemerintah India mengizinkan rakyat merayakan Kumbh Mela, festival keagamaan Hindu, pada April di Sungai Gangga.
” Yang jelas, pemerintah ingin menyelamatkan rakyatnya dari penyebaran virus Corona, bukan untuk membatasi ruang gerak masyarakat yang ingin merayakan lebaran,” tandasnya.
Pemerintah kan tahu, bahwa budaya mudik sudah ada sejak dulu, mana mungkin dilarang, kalau tidak ada dampaknya terhadap penyebaran Covid-19. “Kita sebagai warga negara harus menyadari hal itu,” kata Sugeng. (B)