JAKARTA, KORANSATU.ID – Industri konstruksi dan infrastruktur nasional harus menjadi perhatian besar dari pemerintah pusat, daerah, juga seluruh pemangku kepentingan dalam sektor konstruksi, di antaranya soal meningkatkan kualitas tenaga kerja konstruksi.
Hal itu ditegaskan Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) Basuki Hadimuljono dalam sambutan tertulis yang disampaikan Dirjen Bina Konstruksi PUPR, Abdul Muis, pada pembukaan Simposium Konstruksi Nasional di Jakarta, Kamis (12/9).
“Kebutuhan tenaga konstruksi di dalam negeri sangat tinggi, sementara ketersedian tenaga kerja konstruksi bersertifikasi sangat lah terbatas. Untuk meningkatkan kualitas, dan kuantitas tenaga kerja yang mumpuni diperlukan kerjasama, sinergitas, dari seluruh stake holder, baik itu pemerintah, pelaku usaha konstruksi, dan pekerja,” lanjut Abdul Muis.
“Kita harus masuk ke dalam Smart Infrastruktur, kita harus menguasai IoT, Building Information Building (BIM) dan juga masuk pula ke dalam AI (Artificial Intelegent), jadi dengan kolaborasi, integrasi dan juga mengunakan Teknologi Digital di industri Konstruksi Infrastruktur,: tegas Abdul Muis.
Dalam rangka mendukung pembangunan infrastruktur nasional yang masif dan meningkatkan pertumbuhan perekonomian dengan sasaran di atas 5%, maka dibutuhkan pula pembangunan infrastruktur dasar di seluruh sektor. Baik itu pembangunan fasilitas jalan tol dan non-tol, berbagai fasilitas bendungan, pengairan dan irigasi untuk pemanfaatan peningkatan produksi pertanian dan perkebunan, serta fasilitas lainnya.
“Tentunya dalam pembangunan infrastruktur kita memerlukan berbagai tenaga kerja di bidang infrastruktur tersebut. Keahlian tenaga kerja konstruksi bersertifikasi sudah menjadi kebijakan dari pemerintah, agar para pekerja di konstruksi ini memiliki sertifikasi sebagai tenaga kerja yang profesional,” jelas Abdul Muis yang juga jadi pemateri simposium yang digelar Perkumpulan Tenaga Ahli Konsultan Indonesia (Pertahkindo).
Abdul Muis mengatakan target pemerintah dalam satu tahun kebutuhan tenaga kerja konstruksi bersertifikasi bisa mencapai angka 12 juta pekerja. Namun kenyataannya tenaga kerja kontruksi bersertifikasi dan kompeten baru bisa terealisasi sebanyak 720.000 orang dalam setahun. Oleh karena itu, ada gap yang besar antara kebutuhan dan ketersedian tenaga kerja konstruksi secara nasional. Padahal sektor konstruksi menjadi salah satu penggerak perekonomian nasional.
Dengan luasnya wilayah Indonesia menjadikan sebuah kendala dalam mempercepat mencetak tenaga kerja konstruksi bersertifikasi. Tentunya perlu dilakukan pelayanan sertifikasi tenaga konstruksi, melalui pelayanan online. Seluruh pelayanan dari mulai pendaftaran, ujian kompetensi dilayani dengan online.
“Tentunya dengan pelayanan sertifikasi tenaga konstruksi dengan online ini akan bisa menjangkau se-luruh Indonesia dan akan mempercepat waktu proses ujian kompetensi tenaga kerja konstruksi,” jelas pemateri lain, Komisioner Badan Nasional Sertifikasi Profesi, Adi Mahfudz Wuhadji.
Adi mengatakan Indonesia sangat tertingal dengan negara Tiongkok dan Filipina bahkan Vietnam terkait tenaga kerja konstruksi bersertifikasi. Kebutuhan tenaga kerja dengan ketersedian tenaga kerja sangat jauh sekali backlocknya.
“Seperti beberapa waktu lalu negara Jepang meminta tenaga kerja 12 juta untuk dipekerjakan di kawasan perdagangan di Jepang, akan tetapi kita tidak bisa memenuhi permintaan itu. Maka kita harus merubah dan meningkatkan kualiatas tenaga kerja kita terutama di konstruksi,” tegas Adi, pengusaha yang memiliki 12 ribu karyawan.
Lanjut Adi, BNSP dengan Pertahkindo akan memberikan angin segar agar peningkatan dan kualitas tenaga konstruksi bersertifikasi semakin meningkat. Dengan begitu, Indonesia bisa menjadi pelaku di negeri sendiri dan bisa pula berbicara di Asia Pasifik dan global, untuk urusan tenaga kerja konstruksi bersertifikasi.
Sementara Ketua Umum DPP Pertahkindo Aries Wimaruta menegaskan, Pertahkindo dengan seluruh asosiasi profesi dan bisnis di konstruksi, seperti Inkindo, Perkindo, Intakindo, akan berkolaborasi bersama pemerintah baik itu LPJK, BUJK untuk peningkatkan kualitas SDM.
“Dengan sumber daya manusia berkualitas dan unggul bisa menjadi kebangaan bangsa dan bisa dapat bersaing di luar negeri,” tegas Aries Wimaruta.
Lanjutnya lagi, Pertahkindo juga akan memberikan masukan kepada pemerintahan baru, agar SDM bisa menjadi keunggulan menuju Indonesia Emas 2045. Tidak hanya berhenti disitu saja, Pertahkindo juga akan bangun Big Data Industri Konstruksi.
“Ini harus kita bangun, menjadi keunggulan untuk kebutuhan seluruh pemangku kepentingan, tidak hanya di industri konstruksi infrastruktur, tapi bisa diperlukan diseluruh sektor,” tegasnya.
Simposium ini juga menghadirkan Ketua Pengurus Yayasan Tarumanagara, Prof. DR. Ariawan Gunadi, S.H, M.H. Guru Besar Untar ini menegaskan dukungan Untar untuk peningkatan tenaga kerja konstruksi dan infrastruktur.
“Sebagai lembaga pendidikan mendukung penuh upaya pemerintah dalam peningkatan kualitas SDM konstruksi bersertifikasi. Itu penting agar tenaga kerja industri konstruksi dan infrastruktur Indonesia dapat sejajar dengan tenaga-tenaga konstruksi di kancah global. Untar siap membangun tenaga kerja berkualitas di bidang konstruksi,” tegas Ariawan.
Pada era digital dan persaingan ketat pasar global, dengan dinamika regulasi pemerintah dan bonus demografi menyongsong Indonesia Emas 2045, diperlukan suatu sistem terintegrasi. Kolaborasi antara pengguna tenaga kerja konstruksi yaitu Badan Usaha Jasa Konstruksi dengan Penyedia Tenaga Kerja Konstruksi yaitu Lembaga Pendidikan Pelatihan dan Lembaga Ketenagakerjaan, serta stakeholder lainnya, menjadi elemen penting untuk peningkatan tenaga kerja konstruksi dan infrastruktur handal.(Dens)