Cilacap, koransatu.id – Sudah Menjadi tradisi setiap tahun ajaran baru, orang tua siswa yang memiliki anak usia sekolah harus memutar otak agar anaknya bisa meneruskan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi.
Untuk mencapai hal tersebut, apapun cara di lakukan demi masa depan anak-anak nya kelak, walaupun terkadang sebagian orang tua terpaksa pasrah menerima pil pahit, karena tak mampu membayar uang pungutan yang berdalih sumbangan komite, tapi terkesan sebuah kewajiban yang harus di bayarkan setiap tahunnya.
Menjadi lumrah bila itu terjadi di sekolah swasta, karena memang swasta adalah milik perseorangan maupun yayasan. Di Cilacap Jawa Tengah, itu dilakukan oleh sekolah negeri yang di mana sarana dan prasarananya milik Negara.
Ada cerita menarik, yang sempat di himpun koransatu.id di beberapa bagian kabupaten yang berbatasan langsung dengan Jawa Barat ini.
Kelompok ibu-ibu saling berbagi cerita serta keluh kesah di sela menunggu anaknya pulang sekolah, semakin menarik ketika bapak-bapaknya pun ikut nimbrung dalam pembicaraan tersebut.
Semakin penasaran kamipun ikut nimbrung, seolah kamipun menjadi orang tua seorang anak yang bersekolah di tempat tersebut.
Memang ini baru kami temukan di kabupaten Cilacap, sumbangan tapi seperti kartu bayaran bulanan, yang nilainya pun cukup fantastis, lengkap dengan stempel dan tanda tangan dari komite.
Ketika hal tersebut kami konfirmasikan pada Kepala Dinas Pendidikan dan Kebudayaan yang saat itu menjabat, pak Budi Santosa dengan gamblang mengatakan kalau pendidikan di Cilacap belum berstandar nasional.
“Standar pendidikan di Cilacap ini belum berstandar nasional,” ujar Budi pada empat awak media saat itu.
Di tanya soal besaran tagihan pada orang tua siswa setiap tahun nya, Kepala Dinas yang sangat akrab dengan wartawan tersebut menjawab, “Cilacap itu sekolah negeri nya rasa swasta,” Jelas Budi Santoso.
Ternyata ucapan mantan Kepala Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kabupaten Cilacap tersebut bukan tanpa alasan semua sekolah negeri di kabupaten Cilacap memang menerapkan iyuran setiap tahunnya pada semua siswa, dengan berlindung di bawah Komite, padahal eksekutor penagihnya di lapangan tetap pihak sekolah.
(Edi Eriza)
Bersambung