JAKARTA, KORANSATU.ID- Dasar negara Pancasila terancam liberisme global yang tengah berkembang di dunia akibat Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP) belum mampu menetapkan kriteria dan nilai-nilai yang disebut Pancasilais di berbagai lini kehidupan bernegara.
Demikian terungkap dalam diskusi bertajuk ”Memaknai Pancasila dalam Kehidupan Berbangsa dan Bernegara” yang diselenggarakan Koordinatoriat Wartawan Parlemen (KWP) bekerja sama dengan Biro Hubungan Masyarakat dan Sistem Informasi Sekretariat Jenderal MPR hari ini, Rabu (7/6).
Turut jadi narasumber dalam diskusi di Media Center Parlemen itu Wakil Ketua MPR masing-masing Jazilul Fawaid dari Fraksi PKB dan Syarief Hasan dari Fraksi Partai Demokrat serta Pangi Syarwi Chaniago yang merupakan Direktur Eksekutif Voxpol Center Research and Consulting.
Menurut Jazilul Fawaid, meskipun telah ada lembaga yang mengawal penguatan ideologi bernegara seperti BPIP, namun badan itu tidak pernah mampu memutuskan lembaga atau sosok seperti apa yang disebut sebagai Pancasilais. Akibatnya, Pancasila dimaknai secara bebas di tengah derasnya aliran liberalisme global.
“BPIP hanya memberi label saja. Lembaga itu tak mampu menentukan yang mana yang Pancasilais. Jadi Pancasila hari ini mau tidak mau harus dimaknai secara liberal,” ujar Jazil dalam diskusi itu.
Dia juga menilai para pemimpin cenderung memaknai nilai-nilai ideologi negara itu sesuai dengan kepentingan mereka masing-masing.
“Makanya kalau disebut carilah pemimpin yang Pancasilais, kita ketawa semua pasti, padahal itu sesuatu yang menurut saya itu penting sebagai dasar moral,” ujarnya.
Sedangkan sebagian kalangan yang memahami Pancasila secara konservatif dianggap ketinggalan zaman. Menurutnya, dari sisi ekonomi maupun politik, liberlisme berkembang pesat sehingga tidak mudah untuk menanamkan nilai-nilai Pancasila kepada para generasi muda.
Sementara itu, Pangi Syarwi Chaniago mengatakan rendahnya pemahaman Pancasila ditandai dengan terjadinya krisis kenegarawanan akhir-akhir ini.
Dia menilai Indonesia kelebihan politisi yang hanya berpikir untuk memenangkan pemilu lima tahun ke depan. Sedangkan negarwan berpikir bagaimana kelangsungan hidup bernegara dengan mengutamakan nilai-nilai seperti integritas, kejujuran dan keadilan.
Lebih jauh Pangi mengatakan bahwa penerapan nilai-nilai Pancasila haruslah dari keteladanan para pemimpin, terutama dalam berdemokrasi. Seorang presiden, misalnya, harus berdiri di atas kepentingan semua golongan dan tidak boleh mencampuri urusan para bakal calon presiden yang akan berlaga pada Pemilu 2024.
“Cawe-cawe seorang presiden itu tidak menunjukkan kenegarawanan dan sikap Pancasilais,” ujarnya. (John A. Oktaveri)