
Depok, koransatu.id – Dalam sidang lanjutan perkara pidana Abdul Kodir Jaelani (AKJ), Senin (9/3/2020), dianggap menyalahi aturan. Agenda sidang saat itu adalah pemeriksaan saksi meringankan yang dihadirkan Penasehat Hukum, yakni Ibu kandung dari terdakwa, Hj. Iis Rufaidah.
Dalam persidangan diketahui, Hj. Iis Rufaidah dihadirkan di persidangan menjadi saksi meringankan bagi AKJ. Namun, kesaksian itu dianggap telah menyalahi aturan sebagaimana diatur dalam Pasal 168 Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana (KUHAP).
Saksi Hj. Iis memiliki hubungan sedarah dengan terdakwa, yakni Ibu kandung dari AKJ. Namun, Hj. Iis dalam persidangan yang dibuka dan terbuka untuk umum tetap saja diambil sumpahnya padahal saat itu Jaksa Penuntut Umum (JPU) di dalam persidangan sudah mengajukan keberatan.
Selain itu, Hj. Iis dari sidang perdana selalu hadir mengikuti persidangan. Dimulai dari pembacaan dakwaan hingga pemeriksaan saksi dari JPU. Akan tetapi, Hj. Iis tetap saja diajukan menjadi saksi dan diambil sumpahnya di dalam persidangan.
JPU Hengki Charles Pangaribuan saat dikonfirmasi wartawan membenarkan. Ia mengatakan, saat Penasehat Hukum menghadirkan Hj. Iis menjadi saksi bagi AKJ, dirinya di dalam persidangan langsung mengajukan keberatan. Namun disayangkan, keberatannya tersebut tidak digubris Majelis Hakim yang memimpin persidangan.
“Emang sih keterangan saksi Ibu kandung terdakwa itu tidak ke pokok materi. Saksi menurut kami tidak mengetahui permasalahan dalam tindak pidana ini. Meskipun begitu, pemeriksaan saksi tersebut sudah jelas telah melanggar aturan karena Jaksa sudah mengajukan keberatan di dalam sidang tapi saksi tetap diambil sumpahnya dan diperiksa menjadi saksi,” ujar JPU, Jumat (13/3/2020), Kejaksaan Negeri Depok.
Sementara itu dalam agenda sidang mendengarkan keterangan terdakwa, Kamis (12/3/2020) yang digelar d Ruang Sidang III PN Depok, AKJ mengaku tidak mengetahui transaksi jual beli tanah antara almarhum Ayahnya dengan Arpah karena masih bersekolah di Pesantren di Mojokerto, Jawa Timur. Yang memberitahu hal itu adalah Ibu kandung terdakwa saat dirinya di rumah sedang libur sekolah.
“Awalnya saya bertanya ke Ibu saya kenapa Ibu Arpah sering datang ke rumah lalu Ibu menjawab bahwa Ibu Arpah ke rumah adalah untuk mengambil uang pembayaran penjualan tanah yang dibeli almarhum Ayah,” jelas AKJ.
Mengenai adanya pemecahan sertifikat tanah, AKJ mengatakan, Ibunya kaget. Menurut Ibunya seharusnya itu balik nama bukanlah pemecahan sertifikat tanah. Sertifikat tanah itu selesai pada Th. 2015 lalu disimpan oleh Almarhum Ayah terdakwa. Esok harinya tidak ada yg datang ke rumah menanyakan sertifikat tanah tersebut.
“Namun setelah Ayahnya meninggal Mei Tahun 2016, H. Harun datang ke rumah menanyakan sertifikat tanah sisa yg seluas 103 m2 tersebut yg katanya adalah milik Ibu Arpah dan mengenai kwitansi transaksi jual beli, saya tidak tahu dan tidak lihat apa aja yang ditulis di dalam kwitansi tersebut,” tuturnya.
Masih kata AKJ, saat pihak Bank survey di atas tanah yg 103 m2 adalah berupa jalan setapak dan 4 pintu kontrakan. Terdakwa mengakui bahwa sertifikat tanah yg dijaminkan ke Bank itu atas nama Ibu Arpah yg 103 m2. Pengajuan pinjaman ke Bank oleh terdakwa adalah untuk modal usaha counter HP dan Rental mobil.
“Saya dua kali digugat perdata oleh Ibu Arpah di Pengadilan Negeri Depok dan Putusan Hakim atas perkara perdata itu adalah NO atau tidak dapat diterima,” ujarnya.(pri)
Get real time update about this post categories directly on your device, subscribe now.