Cilacap,koransatu.id – Kabupaten Cilacap merupakan salah satu daerah di Jawa Tengah,daerah bagian timur kabupaten ini merupakan pesisir pantai,dimana kita temukan hampir setiap desa memiliki sejarah dan cagar budaya khas namun masih satu rangkaian yaitu trah Majapahit dan Mataram.
Padepokan Payung Agung adalah salah satu dari rangkaian cagar budaya yang patut kita kunjungi ketika menyusuri pesisir pantai selatan tersebut, padepokan tersebut tidak pernah memiliki murid, namun memiliki anak hampir di semua pelosok negeri ini.
Berdasarkan keterangan dari Istri Pendiri padepokan tersebut,kalau almarhum suaminya merupakan turunan ke lima dari Suryo Negoro sedangkan dirinya sendiri adalah turunan dari keraton solo.
Ibu Sekar Jagat menceritakan suka duka dan pengalaman pahit saat awal merintis berdirinya padepokan Payung Agung di desa Banjarsari tersebut pada koransatu.id waktu di sambangi Kamis (02/12/2021).
“Tidak semua orang suka keberadaan padepokan ini pada awalnya, namun secara perlahan malah berbalik menjadi pendukung padepokan,”ujar Ibu Sekar Jagat.
Ketika di tanya apa saja yang diminta oleh orang yang berkunjung ke padepokan,dengan jelas ibu Sekar Jagat menguraikan secara detail.
“Datang kesini itu harus membawa niat yang tulus,jujur dan rendah hati,”jelas ibu Sekar Jagat.
Menurut salah satu Pengusaha rumah makan yang sangat terkenal di kabupaten Cilacap,Ragil kalau dirinya juga sering berkunjung ke Padepokan Payung Agung.
“Dulu waktu Romo masih ada saya sering berkunjung ke padepokan Payung Agung,”jelas Ragil.
Ragil lebih jauh mengatakan seiring berjalannya usia sudah jarang berkunjung ke Payung Agung lagi.
“Sekarang sudah tua,jadi saya jarang soan ke Padepokan, namun rasa rindu itu selalu ada,”tambah Ragil.
Dari beberapa sumber kamipun banyak mendapatkan informasi kalau yang datang ke padepokan tersebut, harus meluruskan niat terlebih dahulu,bila tidak nanti malah berbalik menjadi bencana buat dirinya sendiri.
Senen manis (legi) sama Sabtu pon adalah waktu banyaknya putra wayah yang berkunjung ke padepokan trah Suryo Negoro tersebut.
(Edi Eriza)