
Komisi Pemilihan Umum Republik Indonesia menggelar Deklarasi kampanye damai Pemilu 2019 yang berlangsung di Kawasan Monas, Jakarta, pada Minggu (23/9/2018).
Kedua calon kandidat capres-cawapres hadir dalam acara ini, baik pasangan Jokowi-Ma’ruf Amin maupun Prabowo Subianto-Sandiaga Uno. Selain itu, turut hadir pula para pimpinan elite partai politik.
Di kubu koalisi pendukung Prabowo Subianto-Sandiaga Uno, misalnya, terlihat Ketua Umum Partai Demokrat Susilo Bambang Yudhoyono, Ketua Umum PAN Zulkifli Hasan, dan Ketua Umum PBB Yusril Izha Mahendra.
Sementara, di partai koalisi pendukung Jokowi-Ma’ruf Amin hadir Ketua Umum Partai Golkar Airlangga Hartarto, Ketua Umum PKB Muhaimin Iskandar, dan Ketua Umum PPP Romahurmuziy.
Uniknya para pimpinan partai politik ini mengenakan baju adat dari berbagai daerah.
Dalam sambutannya, Ketua KPU RI, Arief Budiman, mengatakan dirinya mengajak kepada semua peserta pemilu agar berlaku jujur dan adil, aman dan damai, juga menghindari politisasi SARA dan politik uang, serta berkampanye berdasarkan peraturan perundangan-undangan yang berlaku.
“Untuk kampanye SARA di lapangan, kami berkoordinasi dengan pihak keamanan terkait. Tapi kalau berupa SARA yang disebar melalui medsos, kami bekerjasama dengan Kominfo supaya bisa di ‘take down’,” jelas Arief.
Arief juga mengatakan, tren kampanye dan strategi pemenangan itu bervariasi termasuk saling menghujat, menghina dan menyebarkan “hoax”. “Pada Substansinya kampanye tidak boleh SARA, menghina, menghujat, bertentangan dengan Pancasila,” terangnya.
SBY Walkout
Sementara Ketua Umum Partai Demokrat Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) tidak berlama-lama dalam acara deklarasi damai tersebut. SBY menuding KPU tidak netral dalam menggelar acara ini. Pasalnya, masih banyak pelanggaran yang terjadi, dan salah satunya adanya atribut partai politik yang dibawa massa pendukung.
Padahal di dalam aturannya telah disepakati bahwa dalam kampanye damai tidak diperbolehkan membawa atribut partai serta diwajibkan memakai pakaian adat.
Sekjen Partai Demokrat Hinca Pandjaitan mengatakan, awalnya SBY sempat menghadiri acara deklarasi ini. Namun, saat parade deviley dimulai, SBY walk out dan meminta Hinca menggantikannya memimpin parade deviley.
“Tadi teman-teman melihat Pak SBY hadir, tapi baru kira-kira lima menit tadi ikut deviley itu, beliau turun dan walk out meninggalkan barisan karena melihat banyak sekali aturan main yang tak disepakati awalnya,” terang Hinca.(lia)