DENPASAR, KORANSATU.ID – Kelian Adat Banjar Liligundi, I Wayan Suparta melaporkan kasus pengerusakan Balai Banjar Liligundi Desa Ubung Kaja, Denpasar Utara yang dilakukan 8 orang buruh banguna ke Polresta Denpasar, Sabtu (19/12/2020) malam.
Menurut Suparta, ke 8 buruh bangunan tersebut membongkar paksa pintu harmonika dan lantai keramik banjar yang sudah terpasang.
“ Kerugian akibat pengerusakan ditaksir mencapai Rp25 juta,” katanya seperti dikutip dari Lintasnusanews.com.
Saat ditanya, kata Suparta, ke-8 buruh bangunan tersebut, mengaku disuruh oknum warga setempat berinisial IMM alias Jerug (47).
“Pengerusakan dilakukan pagi hari sekitar pukul 10.00 WITA oleh 8 orang buruh bangunan. Mereka mengaku disuruh Jerug yang rumahnya tidak jauh dari balai banjar,” ujarnya.
Sebelumnya, katanya, Jerug mengklaim bahwa bangunan Balai Banjar Liligundi berdiri di atas lahan miliknya. Padahal bangunan balai banjar sudah ada sudah sangat lama.
Uniknya, Jerug mengklaim bahwa tanah seluas sekitar 3,5 are tersebut miliknya bukan berdasarkan sertifikat, melainkan berdasarkan wangsit atau mimpi.
Tak mau berlarut-larut lantaran Jerug kerap membuat resah, pihak banjar kemudian menggelar rapat besar yang dihadiri warga termasuk para pengelingsir serta tokoh tua warga setempat.
Balai Banjar Liligundi Telah Bersertfikat
Dalam rapat pada tahun 2017 ini, para pengelingsir menyarankan agar membayar tanah tersebut yang kemudian disepakati tanah dibayar sebesar Rp1 miliar.
Pembayaran dilakukan bertahap hingga mencapai Rp900 juta. Pada saat akan dilakukan pembayaran terakhir yakni Rp100 juta, Jerug menolak dengan mengatakan nanti saja uang itu.
Pihak banjar yang sudah membayar Rp900 juta kemudian mengurus berkas-berkas seperti pelepasan hak dan sebagainya sehingga terbitlah sertifikat.
“Sertifikat tersebut terbit dengan atas nama Laba Pura Begawan Penyarikan,” jelasnya.
Namun belakangan Jerug yang dikeluarkan sebagai warga banjar ini kembali berulah. Ia mencoba menguasai tanah yang sudah dibeli oleh banjar. Selain itu, Jerug juga meneror warga dengan tujuan untuk meminta sertifikat.
Warga yang enggan ribut akhirnya memilih mengalah dengan menyewa sebuah ruko dan dijadikan untuk balai banjar sementara sejak 3 tahun silam.
Di satu sisi, Jerug juga tidak mau datang saat kepala desa mengundangnya untuk dilakukan mediasi. Puncaknya, Jerug yang merupakan residivis dalam kasus penusukan dan pelemparan molotov ini menyuruh orang membongkar pintu harmonika dan keramik balai banjar.
“Kami awalnya mencoba mediasi, tapi karena dia terus menerus meneror dan sebagainya, ya kami lanjutkan ke proses hukum. Kami berharap aparat kepolisian segera menindaklanjuti karena dia sudah sangat membuat resah warga,” ujarnya. (Sudana)
Get real time update about this post categories directly on your device, subscribe now.