JAKARTA, KORANSATU.ID – Nyimas Aliah, selaku Ketua Umum Srikandi TP. Sriwijaya mengapresiasi setingginya kepada Pertiwi Indonesia yaitu Bunda Milenial dan berbagai Organisasi Perempuan atas terselenggaranya CFD Berkebaya, Minggu (19/6/2022).
“Sungguh luar biasa dapat menyatukan ribuan perempuan di pusat Ibukota, hanya dengan kebaya,”ucap Nyimas dalam keterangannya diterima awak Media KORANSATU.ID, Selasa (21/6/2022
,Kebaya, adalah salah satu ciri khas identitas Indonesia, terutama bagi perempuan, untuk merepresentasi kekuatan konstruksi sosial yang dapat menyatukan isu sosial, baik gender, ras, etnik, dan ideologi.
Menurut Nyimas Aliah, hal tersebut menunjukkan bahwa Kebaya selain berfungsi sebagai busana nasional juga sebagai busana tradisional, kebaya juga berkaitan dengan sejarah.
Perempuan Indonesia dengan berkebaya dapat berkonstribusi pada perkembangan nasionalisme Indonesia dan perempuan yang menciptakan rasa kebangsaan, dan keberagaman.
“Jika dilihat dari perspektif gender, hal ini menunjukkan bahwa kemampuan perempuan menentukan fashion adalah kemampuan sebagai aktor atau agensi atas dirinya sendiri. Fashion menunjukkan bahwa perempuan membalut dirinya dengan “kecantikan” merupakan ekspresi dari norma dan nilai yang ada di luar dirinya,” tutur Nyimas.
Lanjutnya, Kebaya Goes to UNESCO merupakan apresiasi kaum perempuan yang menunjukan bahwa busana kebaya itu bisa digunakan dimana saja, kapan saja, tidak ribet, bahkan bisa digunakan untuk berolahraga, seperti pada acara CFD.
Sering mendengar keluhan ibu–ibu atau perempuan jika ditunjuk untuk menggunakan kebaya pada acara tertentu, mereka menolak karena membayangkan berkebaya itu ribet, terkekang dan sulit bergerak.
Ternyata yang kita lihat tidaklah demikian, berkebaya bisa dengan sepatu kets, dengan gaya yang santai, terlebih perempuan remaja dan milenial.
Tampilan berkebaya dengan berbagai macam seperti, kebaya Betawi, kebaya muslim, kebaya santai, Kebaya Kartini, Kebaya Encim dll. Bahkan bisa digunakan pada semua usia (anak-anak, remaja, ibu-ibu, juga oma-oma).
Diharapkan kedepan, acara ber-kebaya juga dapat mengakomodir adanya orang – orang dengan kemampuan yang berbeda, misalnya kelompok rentan (ibu-ibu, Lansia dan Penyandang Disabilitas).
Mereka diberikan prioritas untuk ambil bagian dengan memperhatikan kebutuhannya, akan dapat berpartisipasi dan Bahagia bisa menyatu dengan seluruh perempuan.
“Mari kita dukung upaya organisasi pegiat kebaya untuk terus memperjuangkan kebaya ditetapkan sebagai warisan budaya tak benda ini oleh UNESCO,” pungkasnya (Guffe).