JAKARTA, KORANSATU.ID – Pinjaman yang biasa diajukan secara onine melalui aplikasi jejaring dengan proses pencairan dana yang cepat, mudah, tanpa banyak syarat. Perempuan menjadi kelompok yang rentan terjerat pinjaman online (pinjol). Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KemenPPPA) memberikan perhatian akan meningkatnya fenomena pinjol ini.
Plt. Asisten Deputi Pengarusutamaan Gender Bidang Ekonomi KemenPPPA, Eko Novi Ariyanti mengungkapkan, perempuan banyak menghadapi hal ini dikarenakan tertinggalnya kecakapan literasi perempuan di dunia finansial, transformasi digital, serta cybersecurity dibandingkan dengan laki-laki.
“Data OJK tahun 2021 mencatat 54,95% perempuan mendapatkan pinjol dan laki-laki 45,05%. Ini menunjukkan bahwa perempuan lebih rentan menjadi korban dan sasaran pinjol illegal karena literasi finansial yang relatif lebih rendah dibandingkan laki-laki meskipun perempuan dianggap paling bertanggung jawab dalam urusan domestik,” ungkap Eko Novi saat kegiatan Media Talk bertemakan ‘Cegah Perempuan Jadi Korban Pinjol, di
Co-Working Space KemenPPPA, Jumat (3/2/2023).
Eko Novi menjelaskan, rendahnya literasi finansial yang dihadapi perempuan merupakan salah satu dari kesenjangan gender yang dirasakan oleh perempuan. Tak hanya minimnya literasi finansial semata, perempuan pun kurang mendapatkan sosialisasi pengetahuan mengenai cybersecurity terkait keamanan dan perlindungan sistem, data diri, jaringan, privasi, serta ancaman serangan digital yang kini tengah marak terjadi di lingkungan masyarakat.
“Perempuan yang terjerat dalam kasus pinjol ini dihadapkan pada kebutuhan mendesak, tekanan ekonomi, biaya kehidupan sehari-hari dan sekolah anak-anak, serta perilaku konsumtif. Keberadaan pinjol yang menawarkan pencairan dana yang mudah, cepat, dan tanpa banyak syarat menjadi pilihan masyarakat untuk memenuhi berbagai macam tuntutan yang dihadapi. Namun, keberadaan pinjol illegal berbunga tinggi mengakibatkan masyarakat justru terlilit hutang dan perempuan menjadi salah satu korban terbanyak,” jelas Eko Novi.
Lebih lanjut dikatakan, perempuan kerap terjerat dalam pusaran pinjol mengakibatkan dampak yang luar biasa. Perempuan tak hanya mengalami kekerasan secara psikis dan fisik semata, tetapi tekanan sosial dimana dalam beberapa kasus ada yang mengakibatkan hilangnya nyawa atau bunuh diri. Fenomena pinjol ini tak hanya terjadi pada perempuan sebagai ibu rumah tangga saja, juga mahasiswa hingga anak sekolah turut tereksploitasi.
Sebagai kementerian yang memiliki tugas dan fungsi koordinasi dan sinkronisasi pelaksanaan kebijakan di bidang pemberdayaan perempuan dan perlindungan anak, KemenPPPA memiliki isu prioritas Arahan Presiden Jokowi dimana Arahan tersebut merupakan bagian tak terpisahkan dalam agenda pembangunan Indonesia ke depan serta upaya mencapai Sustainable Development Goals (SDGs), yaitu mencapai kesetaraan gender dan memberdayakan kaum perempuan dan anak perempuan.
“KemenPPPA dalam menjalankan arahan tersebut telah melakukan berbagai macam upaya dan strategi diantaranya edukasi, literasi, dan solusi digital perempuan; kebijakan untuk mendukung ekosistem kewirausahaan; serta hadirnya Strategi Nasional Keuangan Inklusi Perempuan (SNKI-P) untuk memastikan bahwa semua perempuan pelaku usaha di Indonesia memiliki pengetahuan, kapasitas, sumber daya, dan peluang untuk dapat mencapai dan menikmati pemberdayaan ekonomi. Kami juga akan terus melakukan upaya-upaya yang dapat memastikan perempuan berdaya secara ekonomi,” tuturnya.
Tak hanya itu, Eko Novi pun menekankan pemanfaatan koperasi yang dapat kembali di gencarkan karena keberadaannya berasaskan kekeluargaan dan gotong royong sudah ada sejak dahulu. Koperasi memiliki peran sebagai tiang dari pengembangan ekonomi yang berkelanjutan, khususnya bagi kelompok rentan dan marginal. Koperasi pun terbukti mampu membantu dan memberikan akses perekonomian dan sumberdaya kepada perempuan secara berkelanjutan.
“Koperasi merupakan budaya masyarakat Indonesia yang sangat tua berawal dari tanggung renteng. Ketika koperasi dibuat dan,, melibatkan suatu kelompok masyarakat dan salah satu anggotanya meminjam, maka anggota tersebut memiliki rasa tanggung jawab untuk mengembalikan sehingga masyarakat yang di dalamnya pun memiliki kelembagaan keuangan yang sehat dan berkelanjutan,” ujarnya.
Eko Novi menegaskan, upaya prefentif dari praktik pinjaman online yang merugikan masyarakat harus dilakukan secara masif melalui kolaborasi dan sinergi multipihak dari akar rumput hingga instansi lain yang terkait. Tak hanya itu, akses dan literasi finansial, transformasi digital, serta cybersecurity bagi perempuan pun harus terus ditingkatkan sehingga tak lagi adanya kesenjangan yang dirasakan oleh perempuan. (Guffe)
Get real time update about this post categories directly on your device, subscribe now.