JAKARTA, KORANSATU.ID- Pengamat Hukum Tata Negara, Refly Harun mengatakan bahwa untuk menurunkan potensi sengketa verifikasi partai politik di Komisi Pemilihan Umum (KPU), sebaiknya semua partai baru menjalani proses berjenjang dalam berkompetisi merebut suara rakyat mulai dari tingkat lokal hingga pusat.
Pendapat itu disampaikannya dalam diskusi Empat Pilar MPR bertajuk “Memaknai Konstitusi dalam Sistem Peradilan Pemilu” yang digelar Koordinatoriat Wartawan Parlemen (KWP) di Gedung DPR, Rabu (8/3). Selain Refly, turut jadi nara sumber pada acara diskusi itu Ketua Fraksi Nasdem di MPR dari Partai Nasdem, Taufik Basari (Nasdem), Wakil Ketua Fraksi Partai Gerindra di MPR, Habiburokhman serta Ketua Umum Partai Rakyat Adil Makmur (Prima) Agus Jabo Priyono.
Refly mengatakan dengan sistem berjenjang itu partai politik yang akan ikut dalam pemilu nasional tidak perlu lagi menjalani verifikasi faktual. Pasalnya, partai itu telah teruji sebelumnya dan mendapatkan dukungan suara di tingkat provinsi, maupun kabupaten dan kota.
“Mereka harus ikut pemilu lokal dulu. Setelah dapat dukungan berdasarkan pilihan rakyat dan mampu menghadirkan wakilnya di separuh provinsi di Indonesia, misalnya, baru dia naik ke tingkat nasional,” ujar Refly.
Dia merujuk pada sengketa terkait verifikasi Partai Prima di KPU yang berlarut-larut hingga ke tingkat Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN). Kasus tersebut bermula dari keberatan yang dirasakan Partai Prima dalam proses verifikasi administrasi (vermin) sebagai parpol peserta Pemilu 2024.
Refly menilai tidak adil kalau partai yang sudah punya kursi di DPR tidak menjalani proses verifikasi faktual lagi. Sedangkan semua partai baru dituntut untuk menjalani proses tersebut.
“Jadi ada naik-turunnya. Tidak seperti sekarang, pokoknya partai di DPR tidak perlu verifikasi faktual. Itu diskriminatif,” ujarnya.
Refly menambahkan pada dasarnya verifikasi partai politik ada di tangan rakyat pemilih, bukan di KPU.
Sementara itu, Ketua Umum Partai Prima, Agus Jabo Priyono mengatakan pihaknya terus berjuang agar bisa ikut Pemilu 2014, bukan untuk menunda pemilu 2024. Dia mengatakan partainya tak lolos verifikasi untuk menjadi peserta pemilu karena KPU bertindak tidak profesional di dalam melaksanakan verifikasi administrasi terhadap partainya.
“Kami sudah berusaha mencari keadilan melalui lembaga-lembaga yang diatur oleh undang-undang dalam menangani sengketa pemilu ke Bawaslu, PTUN, tetapi usaha kami itu tertutup atau ditutup,” ujarnya dalam diskusi regular tersebut.
Dia meminta agar proses pemilu dihentikan dan minta KPU diaudit. Menurutnya, KPU harus membuka data partai politik agar adil.
“Kalau kemudian dokumen kita sebagai persyaratan administrasi dalam rangka ikut pemilu tidak clear, tolong dibuka, termasuk partai-partai lain,” ujarnya. (John A Oktaveri)