Lisa (16), salah satu siswa kelas XI (sebelas) sekolah menengah atas (SMA) swasta yang terletak di Jakarta Timur, setiap hari harus berhadapan dengan gawai untuk menemaninya dalam kegiatan belajar jarak jauh. Hal itu dilakukannya sudah hampir sekitar 9 bulan, atau sejak 16 Maret 2020 lalu.
“Sudah ada 9 bulan saya belajar online. Kadang kangen juga sih sama guru dan teman-teman,” ujarnya,
Menurut Lisa ada suka dan dukanya ketika dirinya belajar jarak jauh selama ini. Salah satunya yang menyenangkan dia tidak perlu mengeluarkan ongkos kendaraan untuk menuju ke sekolah.”Dan yang paling menyenangkan belajar online waktunya enggak lama, sehingga masih sisa waktu banyak untuk bermain. hehehe,” ungkapya sambil malu.
Namun di sisi lain, lanjut Lisa, ada beberapa kendala yang ditemukannya saat belajar online, salah satunya ketika habis kuota yang membuatnya tidak bisa mengikuti belajar melalui aplikasi zoom.“Yang menyedihkan lagi kalau mau ngumpulin tugas, tapi kuota habis. Jadi enggak dapat nilai dari guru,” ujarnya.
Orang tua Lisa sendiri bekerja sebagai serabutan. Sementara ibunya bekerja sebagai pedagang baju.“Penghasilan saya kadang tidak menentu, apalagi pas ada virus corona ini. Pasar sepi,” terang Tukirah, orang tua Lisa.
Sementara dalam kegiatan belajar jarak jauh, Tukirah sendiri tidak pernah mendapingi anaknya dalam belajar daring. Pasalnya, pagi-pagi dirinya harus membuka toko.”Lagi pula pelajarannya susah-susah,” keluhnya.
SKB Menteri
Namun keluhan Lisa dan Tukirah nampaknya akan segera berakhir. Pasalnya, pada Jumat 20 November 2020, pemerintah telah mengeluarkan surat keputusan bersama (SKB) tentang Panduan Penyelenggaraan Pembelajaran Pada Semester Genap Tahun Ajaran dan Tahun Akademik 2020/2021 di Masa Pandemi Covid-19.
SKB ini ditandatangi Menteri Pendidikan dan Kebudayaan, Menteri Agama, Menteri Kesehatan dan Menteri Dalam Negeri yang diumumkan pada Jumat 20 November 2020 di Jakarta.
Dalam SKB tersebut, pemerintah daerah, kantor wilayah, kantor Kementerian Agama diberikan kewenangan oleh pemerintah pusat untuk membuka pembelajaran tatap muka di sekolah-sekolah di bawah kewenangannya masing-masing mulai semester genap 2021 di bulan Januari tahun 2021.
Ada pun sekolah yang membolehkan tatap muka harus memenuhi daftar periksa, di antaranya, ketersediaan sarana sanitasi dan kebersihan seperti toilet bersih dan layak, sarana cuci tangan pakai sabun pakai air mengalir atau hand sanitizer dan disinfektan. Juga harus mampu mengakses mengakses fasilitas pelayanan kesehatan, kesiapan menerapkan wajib masker, memilki alat pengukur suhu badan atau thermogun .
Selain itu, satuan pendidikan harus memiliki pemetaan seluruh elemen sekolah yang mencakup kondisi kesehatan atau riwayat komorbid, risiko perjalanan pulang pergi termasuk akses transportasi yang aman, serta riwayat perjalanan dari daerah dan zona risiko tinggi dan kontak erat, serta pemeriksaan rentang isolasi mandiri yang harus diselesaikan pada kasus positif Covid-19. Kemudian persetujuan Komite Sekolah atau perwakilan orang tua atau wali.
“Kegiatan belajar mengajar tatap muka yang akan dimulai tahun depan, tidak berarti kegiatan belajar mengajar akan berlangsung seperti sediakala secara instan. Perlu diingat, instansi pendidikan dapat menjadi salah satu klaster penularan Covid-19 apabila tidak berpedoman pada protokol kesehatan,” tegas Juru Bicara Satgas Penanganan Covid-19 Prof Wiku Adisasmito. | Heru Lianto