JAKARTA, KORANSATU.ID- Anggota Badan Legislatif (Baleg) DPR, Firman Subagyo mempertanyakan langkah pemerintah memasukkan pengaturan komoditas tembakau dan bahan adiktif dalam daftar inventarisir masalah (DIM) dalam Rancangan Undang-undang (RUU) Kesehatan terkait pengaturan industri rokok konvensional.
Menurut Firman, sejauh ini rokok yang berbahan tembakau tidak mengandung risiko atas zat adiktif sehingga diperlukan kehati-hatian dalam membuat regulasi. Selain itu, dia mengatakan dalam pengaturannya tembakau tidak bisa disamakan dengan zat adiktif yang identik dengan narkoba atau obat terlarang.
“Kenapa pemerintah tiba-tiba mengirim DIM yang mengatur zat adiktif karena rokok berbahan tembakau tidak mengandung komoditi yang berisiko terhadap yang namanya zat adiktif,” ujarnya dalam diskusi Forum Legislasi bertajuk “Mengkaji Lebih Dalam Zat Adiktif di RUU Kesehatan” yang dilaksanakan Koordinatoriat Wartawan Parlemen (KWP) bekerja sama dengan Biro Pemberitaan DPR, Kamis (25/5). Selain Firman turut jadi narasumber Ketua Umum Asosiasi Personal Vaporizer Indonesia (APVI) Aryo Andrianto dan Pengamat Kebijakan Publik Universitas IPB , Sofyan Sjaf.
Politisi Partai Golkar itu khawatir ada pasal sisipan yang dititipkan ke pihak tertentu entah Menteri Kesehatan atau teman-teman di Kementerian Kesehatan. Menurutnya, persaingan industri rokok berbahan tembakau kian ketat di tingkat global. Karena itu bukan tidak mungkin ada upaya-upaya untuk menghancurkan industri rokok berbahan tembakau dalam negeri dengan mencitrakan seolah-olah tembakau merupakan bahan adiktif.
Padahal, ujarnya, cukai rokok dan tembakau merupakan salah satu penopang ekonomi nasional yang memberi sumbangan ratusan triliun rupiah per tahun. Pada sisi lain, industri baru rokok vape berbahan cairan dan tembakau juga mulai tumbuh sejak sepuluh tahun terakhir.
“Jadi sekali lagi kami menyampaikan kepada publik bahwa Undang-undang Kesehatan tidak ada titik singgungnya dengan masalah yang namanya pertembakauan, apalagi zat adiktif yang disertakan dengan narkoba ini,” ujarnya.
Pada sisi lain Firman juga mengatakan bahwa Undang-undang Kesehatan merupakan sebuah rancangan undang-undang yang diusulkan oleh anggota DPR RI melalui Badan Legislasi. Namun Undang-undang tersebut tidak ada irisan sama sekali dengan pengaturan komoditi, apalagi bersinggungan dengan komoditi yang mengandung zat adiktif, katanya.
Sementara itu, Aryo Andrianto mengatakan pihaknya juga meminta dilakukannya pengaturan yang baiak atas industri rokok vape agar persaingan industri tersebut berjalan baik dan memberi kontribusi ekonomi secara nasional.
“Kita kita ini tidak tidak mau untuk membanding-bandingkan rokok elektrik Ini dengan konvensional,” ujarnya. Dia mengaku industri itu tumbuh cukup pesat dan turut memberi kontribusi atas perekonomian nasional. Karena itu dia meminta pemerintah lebih memperhatian industri tersebut karena juga merupakan bagian dari aspirasi masyarakat.
“Kita industri sudah ada 10 tahun di Indonesia dan baru diperhatikan pada tahun 2017 sampai adanya cukai di tahun 2018 dan akhirnya kita sampai sekarang terus berkembang,” ujarnya.
Dia mengaku saat ini sudah ada pengguna vape hampir enam juta orang dan agka itu diperkirakan akan terus tumbuh. Akan tetapi dia menyayangkan ada stigma negatif soal vape yang sering diidentikkan dengan penggunaan narkoba. (John)