INDRAGIRI HULU, KORANSATU.ID – Direktur Operasional PT Gandaerah Hendana (PT. GH), Hendry mengakui kebakaran hutan dan lahan (Karhutla) yang terjadi bulan September 2019 berada dalam lahan konsesi Hak Guna Usaha (HGU) perkebunan kelapa sawit milik PT. GH di Desa Seko Lubuk Tigo (Seluti) Kecamatan Lirik Kabupaten Indragiri Hulu (Inhu) Provinsi Riau.
Pengakuan itu Hendry sampaikan dalam kapasitasnya sebagai saksi di persidangan kasus Karhutla yang menjerat PT. GH sebagai terdakwa yang diwakili oleh Jeong Seok Kang anak dari Mr. Kang yang digelar PN Rengat pada Senin (27/9/2021) bertempat di ruang sidang Cakra PN Rengat.
“Ya benar, awalnya informasi kebakaran itu saya dapatkan melalui group pekerja, selanjutnya pimpinan kebun menyampaikan hal yang sama bahwa telah terjadi kebakaran di Desa Seluti, laporan itu dari General Manager (GM)”, sebutnya menjawab Hakim Anggota Adityas Nugraha SH.
Saksi Hendry menuturkan kebijakan yang Ia lakukan setelah terjadi kebakaran. Waktu itu saya menjawab dan diskusi ke management untuk didiskusikan ke instansi seperti Camat, Polsek, Babinsa dan Kades. Saat itu saya tidak ada memeriksa dokumen perusahaan.
Mengenai peta kerja, itu dibuat oleh pimpinan kebun setempat sesuai dengan areal yang dikuasai berdasarkan wilayah yang betul-betul dikerjakan untuk menyesuaikan budget target kerja pada areal yang dikuasai perusahaan, kita tanami dan kelola, sesuai dengan wilayah peta kerjanya.
Lahan kami dikuasai masyarakat sejak tahun 19 sekian, di bawah tahun 2000. Upaya yang kami lakukan terkait konflik termasuk di wilayah terjadinya kebakaran. Sudah beberapa cara langkah yang kami lakukan, beberapa kali sudah menyurati ke Camat, BPN kabupaten, BPN Provinsi. Isi suratnya meminta untuk dilakukan pengukuran.
Setelah itu, pengukuran di tahun 2005 dua kali ukur, menandakan mengetahui bahwa wilayah itu adalah telah dikuasai masyarakat. Namun kita mengajukan ke Camat, BPN kabupaten, BPN Provinsi, mereka juga turun ikut ukur. Dan di tahun 2012 hasil pengukuran itu mau ditandatangani tapi Kades, Camat tidak bersedia karena mereka tidak mengakui bahwa itu adalah HGU PT. GH, “tuturnya.
Selanjutnya saksi Hendry menerangkan kepada hakim terkait langkah yang dilakukan perusahaan setelah Kades dan Camat tidak mengakui hasil ukur HGU PT. GH.
Kami menyurati lagi, rupanya tidak ada solusi, kan tidak ada salahnya mau dijawab atau tidak. Sejak dulu kami sudah punya inisiatif untuk membicarakan duduk bersama, namun tidak temu titik terangnya. Setelah kita mengetahui tapal batas, kami jadi tahu bahwa seluas 2067 hektar telah dikuasai masyarakat sehingga kami tidak bisa menguasainya. Kami menyurati mulai dari aparat desa paling bawah, Kades sampai ke dinas, namun belum ada jawaban, tidak ada solusi.
Karena selama ini tidak ada solusi, contoh sekarang kasus kebakaran diarahkan ke perusahaan, tentu perusahaan tidak bisa menanggung hasil seperti itu, makanya pikir punya pikir tentu management, komisaris diskusi tentu harus melakukan supaya dudukkan hukum yang jelas, sehingga lahan tersebut dikeluarkan atau diingklap. Pajaknya masih perusahaan yang bayar, “kata Hendry.
Nah, sambung saksi Hendry lagi, setelah kejadian kebakaran, 2019 kita mengajukan ke dinas provinsi untuk ditindaklanjuti, ya bagaimana sehingga dinas provinsi tanggapi serius sampai proses sekarang kita sudah ingklap dan sudah lepas dari luasan HGU.
Anehnya, tahun 2019 setelah terjadi kebakaran di lahan konsesi HGU, justru di saat itu pula PT. GH baru super sibuk mengajukan permohonan ingklap pelepasan sebagian luas HGU nya. Anehnya lagi, di tahun 2020 PT. GH melayangkan surat gugatan ke PTUN melawan Kades Seluti.
Terkait hal itu, saksi Hendry membenarkan bahwa di tahun 2020 ada melayangkan surat gugatan ke PTUN Pekanbaru. Namun dirinya berdalih hanya untuk mengetahui status hukum dan status kepemilikan. “Tujuannya hanya untuk mengetahui status hukum dan kepemilikan. Saya tidak menentukan itu, pengadilan yang menentukan”, ujarnya membantah ucapan hakim Adityas yang menyebut untuk membatalkan SKGR yang diterbitkan Kades Seluti.
Sangat mengherankan, di pertengahan keterangan yang Ia sebut bahwa sudah diingklap sebagian luasan HGU di wilayah konflik termasuk lokasi yang terbakar, tapi saksi Hendry mengakui bahwa persoalan pajak yang bayar masih PT. GH. Keterangan saksi Hendry sangat tidak masuk akal.
Sebelumnya, saksi Ariadi dalam keterangannya menyebut lahan yang terbakar berada dalam HGU PT. GH di Desa Seluti. Tahun 1993 PT. GH lakukan penanaman kelapa sawit. “Yang saya tahu tahu 1993 itu sudah ada izin lokasi, kalau izin HGU, tidak tahu”, sebutnya.
Diketahui, PT. GH memiliki izin HGU berdasarkan SK Menteri Negara Agraria/KBPN/No. 92/HGU/BPN/1997 tanggal 6 Agustus 1997 seluas 6.087.00 berlokasi di Kecamatan Lirik, Desa Redang Seko, Desa Banjar Balam, Desa Seko Lubuk Tigo dan Desa Lambang Sari.
Sidang perkara nomor : 256/Pid.Sus/2021/PN Rengat, dengan terdakwa PT. GH diwakili oleh Jeong Seok Kang anak dari Mr Kang ini dipimpin Hakim Ketua Nora Gaberia Pasaribu SH, MH didampingi dua Hakim Anggota yaitu Maharani Debora Manullang SH, MH dan Adityas Nugraha SH serta dihadiri JPU Kejaksaan Inhu, tim PH terdakwa dan para saksi, Senin (27/9/2021) bertempat di ruang sidang Cakra PN Rengat. (LEM).