SUKABUMI, KORANSATU.ID – Sertifikat lahan yang sudah di terima oleh para petani tersebut terletak di objek Hak Guna Usaha (HGU) PT Halimun, Kecamatan Warungkiara.
Ketua DPC Diaga Muda Indonesia Kab Sukabumi, Dewex Sapta Anugrah, menyampaikan, bahwa apa yang terjadi hari ini di Kecamatan Warungkiara merupakan pengkhianatan yang dilakukan oleh pihak BPN kepada para petani.
“Seharusnya BPN dan pihak terkait bekerja dengan benar, terlebih program sertifikasi lahan objek Tora tersebut merupakan program Pemerintah Presiden Jokowi,” kata Dewek kepada wartawan. Di Sekretariat Diaga Muda Kab Sukabumi Jl Raya Kadupugur, Cicantayan, Sabtu (23/1/2021)
Menurut Dewex, HGU PT Halimun merupakan salah satu objek Tora di Kab Sukabumi. Bila dicermati bersama, bahwa proses yang terjadi hari ini merupakan lalai dan abainya pihak BPN kepada objek pokok masalah yang terjadi di kawasan tersebut.
“Seharusnya BPN melakukan pendataan dengan benar, agar penerima dari program pemerintah tersebut adalah benar-benar para petani penggarap yang tidak bertanah. Dan kita melihat jika apa yang terjadi hari ini BPN melaksanakan kebijakan dengan keputusan yang tergesa-gesa dan cenderung kejar target,” imbuhnya
Lebih lanjut Dewex mengatakan, jika melihat petunjuk teknis pada tahapan tahun 2019, dalam program redistribusi tanah tora tersebut ada tahapan yang tidak dilakukan dengan baik oleh pihak BPN.
Diduga telah mengabaikan prinsip-prinsip dasar dalam melaksanakan reforma agraria, yakni prinsip keadilan, akses kepada masyarakat, prinsip sengketa, kesejahteraan dan kemakmuran, serta keberlanjutan.
“Merujuk pada surat yang dilayangkan oleh DPW SPI Jawa Barat tertanggal 22 Januari 2020 no 05/B/DPC-SPI/1/2020. Alangkah baiknya BPN, Dinas Pertanahan dan Tata Ruang, serta DPRD komisi I Kab Sukabumi agar segera melakukan evaluasi penuh atas apa yang terjadi saat ini,” tegas Dewex.
Tidak hanya itu, lanjut dewex, proses pelaksanaan yang dilakukan oleh BPN dalam melaksanakan program redistribusi tersebut, yang dititik beratkan melalui FPPW terkesan tidak objektif dan diduga ada upaya polarisasi yang dilakukan oleh pihak BPN dengan FPPW.
“Karena sepengetahuan kami dilapangan, bahwa proses pengorganisiran dan pengorganisasian dikawasan tersebut, petani tergabung dalam wadah yang jelas yakni Serikat Petani Indonesia (SPI), dan itu merupakan lembaga yang memiliki legalitas formal dan bergerak dalam issu agraria. Untuk itu dengan adanya pengclaiman sebelah pihak yang dilakukan oleh FPPW merupakan sesuatu yang merusak prinsip egalitarian dalam gerakan agraria tersebut,” tandasnya
DPC Diaga Muda Indonesia akan berperan aktif untuk mendorong pihak-pihak terkait agar dapat melakukan evaluasi, dan mempertanggung jawabkan proses penarikan sertifikat yang terjadi hari ini agar tidak terulang lagi.
“Kami meminta kepada pihak BPN agar melakukan pendataan yang sebaik-baiknya, dan pihak terkait agar mengevakuasinya. Karena harapannya para petani yang seharusnya mendapatkan hak atas tanah tersebut benar-benar mendapatkan haknya. Sebagaimana amanat konstitusi yakni UUPA no 5 tahun 1960,”harapnya. (Haris)