Oleh: Sultan Roman Prananda
Wartawan koransatu.id
Akibat adanya pembatasan sosial, selain berdampak terhadap perlambatan pertumbuhan ekonomi nasional. Tidak dipungkiri keadaan ini juga sangat berdampak terhadap para penggiat seni. Khususnya seni pertunjukan yang dimana notabennya membuat sekelompok orang untuk berkumpul disuatu tempat secara bersamaan dalam skala besar, yang akhirnya terbentur dengan aturan pembatasan sosial demi untuk memutus rantai penyebaran virus Corona.
Ardaptation merupakan sebuah bentuk gerakan yang digawangi oleh seniman tari Lengger asal Banyumas Otniel Tasman dkk sejak bulan Mei 2020 tepatnya di House of Muara Surakarta Jawa Tengah. Kegiatan ini diwujudkan sebagai bentuk kegelisahan para pelaku seni, akibat keadaan yang menimpa Indonesia bahkan dunia akhir-akhir ini.
Tujuan munculnya gerakan ini adalah, sebagai wadah untuk memfasilitasi para pelaku seni untuk tetap produktif entah itu melalui pameran, seni pertunjukan ataupun sekedar diskusi mengenai kesenian. Dengan begitu agar masyarakat khususnya para penggiat seni tidak terbuai dalam keadaan yang ada, dengan cara memindahkan media ruang arena yang baru, yang sebelumnya diatas panggung secara langsung dimana
para penonton dengan performer dapat bertemu secara fisik secara langsung berganti menjadi melalui media video virtual, dengan cara berusaha untuk tidak mengurangi sedikitpun ke intiman hubungan antara penonton dengan sang performer. Mengingat bahwa penonton bukan hanya sekedar orang yang datang dan hanya menikmati sebuah pertunjukan, melainkan penonton tidak dipungkiri juga adalah sebagai partisipan atau spektator yang juga turut andil dalam mewujudkan energi dalam pertunjukan tersebut.
Beberapa seniman asal indonesia maupun internasional yang juga pernah ikut terlibat dalam artdaptation seperti; Garin Nugroho, Ayu Laksmi, Didik Nini Thowok, Dimas Danang, Abby Gallaby dan Fahezul Azri bin Suhaimi (Malaysia). Kemudian salah satu bentuk pertunjukan yang pernah ditampilkan dalam Artdaptation sekaligus untuk ikut serta dalam kegiatan parade tari yang diselenggarakan oleh Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia yang bertajuk (Distance Parade 2020) ini yaitu “See The Future” yang bermakna “bentuk kejujuran diri kita terhadap tubuh dan fikiran kita sebagai manusia, sebagai bentuk untuk mempersiapkan diri kita terhadap suatu segala kemungkinan atau keadaan yang akan terjadi di masa depan”.
Harapannya, “demi terwujudnya produktifitas pada masyarakat khususnya para pelaku seni untuk segera melakukan apa saja yang menjadi kegelisahan di dalam hati dan pikiran kita, untuk tetap mampu berinovasi dan jangan malah keadaan yang seperti ini dijadikan sebuah hambatan untuk menyerah dalam berkesenian. Hilangkan segala rasa ragu, bimbang ataupun takut. Cukup segera lakukan dan tuangkan segala apa yang kita rasakan disekitar kita pada suatu bentuk yang konkrit, jadikan itu sebuah karya. Entah apa ekspetasi kita atau orang lain dan konsekuensi yang akan kita dapatkan atas apa yang kita perbuat, cukup kita terima dengan legowo saja”, jelas Otniel Tasman.
Karena kita sebagai manusia yang hidup, apabila kita benar-benar merasakan dan mengingat segala yang telah dilalui selama ini. Sejatinya kita sebagai manusia telah siap dengan apapun keadaan yang akan terjadi kedepannya, entah itu baik ataupun buruk. Kembali lagi kepada kita bagaimana untuk menyikapinya.
“Apakah kita akan berhenti atau mencoba? apabila kita menganggap bahwa keadaan yang sekarang seperti ini membuat kita merasa susah, sulit atau bahkan takut akan apa yang akan terjadi di hidup kita kedepannya. Coba pertanyakan kembali pada diri anda, anda hidup untuk seni atau seni menghidupimu?”, Otniel Tasman.